Gelombang covid-19 di Indonesia memang semakin mengkhawatirkan. Jumlah kasus harian terus memecahkan rekor. Terakhir sudah tembuat diatas 24 ribu per hari secara nasional. Jumlah angka kematian secara nasional pun juga terus meningkat. Gelombang kedua covid-19 di Indonesia ini, juga telah membuat semua pihak khawatir. Pemerintah akhirnya menetapkan PPKM Darurat, untuk meredam penyebaran virus yang begitu cepat.
Ironisnya, di tengah kondisi yang seperti ini, masih saja ada pihak-pihak yang secara sengaja menyebarkan informasi yang tidak benar. Masih ada sebagian orang yang menilai kasus covid-19 rekayasa, fiktif, propaganda ini itu dan lain sebagainya. Akibatnya, tidak sedikit dari masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Ketika tempat ibadah ditutup sementara, selalu dibenturkan dengan pusat perbelanjaan yang diperbolehkan buka. Pemerintah dianggap perpanjangan tangan asing. Informasi yang berkembang tersebut jelas salah. Faktanya, sistem buka tutup diberlakukan di semua tempat. Tidak ada yang diskriminasi.
Ketika Indonesia belum bisa memproduksi vaksin sendiri, pemerintah akhirnya memutuskan mendatangkan vaksin dari negara lain. Harapannya, agar masyarakat segera mendapatkan kekebalan sehingga bisa lebih tahan menghadapi virus ini. Kondisi pun dihembuskan dengan informasi yang membingungkan, sampai akhirnya tidak sedikit dari masyarakat yang tidak mau divaksin. Lalu, ketika dia dinyatakan positif, pemerintah juga disalahkan karena dianggap tidak bisa ini itu. Hal-hal semacam ini begitu vulgar bisa kita temukan di media sosial.
Untuk itulah diperlukan peranan semua pihak, termasuk para tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh politik dan tokoh-tokoh yang lain, untuk membangun kesadaran bersama di tingkat masyarakat. Tidak sedikit dari masyarakat yang tingkat literasinya rendah. Tidak sedikit dari masyarakat yang gemar melakukan sharing tanpa saring terlebih dulu. Tipikal masyarakat yang semacam ini perlu diluruskan ke jalan yang benar.
Ulama mempunyai peranan yang sangat penting, ketika ada pihak-pihak yang menyesatkan informasi. Kebijakan tentang penutupan sementara tempat ibadah misalnya, berpotensi bisa disesatkan sehingga membingungkan masyarakat. Penutupan tempat ibadah dianggap tidak berpihak pada agama, tidak berpihak pada umat muslim, tidak ini tidak itu. Pemerintah dianggap mengedepankan kapitalis terbukti memberikan pelonggaran di mall dan lain sebagainya. Mari kita berpikir secara benar dan obyektif. Mari kita beri otak kita dengan asupan informasi yang valid, bukan informasi hoaks. Jika asupan informasi yang kita serap salah, maka outputnya pun juga akan salah.
Tidak sedikit dari masyarakat yang lebih percaya pada tokoh, dibandingkan informasi yang ditulis media mainstream. Masyarakat Adat Baduy misalnya, lebih percaya dengan apa yang disapaikan tetua adatnya. Dan terbukti, meski daerah Lebak, Banten banyak yang terpapar, di Baduy masih aman dari penyebaran covid-19. Para tokoh harus memberikan penyadaran yang benar. Jangan menebar kebencian, jangan merasa paling benar. Silahkan melempar kritik, tapi harus didasarkan pada informasi yang benar dan bertujuan baik. Mari kita saling introspeksi dan perkuat literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H