Idul Fitri merupakan hari kemenangan umat muslim, setelah sebelumnya berperang melawan hawa nafsu melalui puasa. Idul fitri juga dimaknai sebagai hari yang suci, dimana seluruh umat muslim saling bermaafan, mengakui kesalahan dan memaafkan kesalahan orang lain. Tak heran jik di hari yang fitri ini, sungguh sangat menyenangkan. Tidak ada orang saling menebar kebencian. Yang ada saling menebar kebaikan.
Ketika idul fitri, umumnya masyarakat mengenakan pakaian rapi. Saling silaturahmi, saling membagikan makanan. Yang banyak rezeki saling menebar angpau. Dan masih banyak lagi perilaku baik yang terjadi di hari itu. Namun, saat ini kondisinya sedang pandemi. Tentu saja akan ada suasana yang hilang. Akan ada aktifitas yang tidak bisa dilakukan lagi. Meski demikian, momentum untuk menebar kebaikan tetap bisa dilakukan.
Saat ini, pemerintah memang telah mengeluarkan larangan untuk mudik, namun perayaan idul fitri tetap bisa dilakukan secara ritual. Begitu juga dengan aktifitas menebar kebaikan di hari fitri, juga bisa dilakukan secara virtual. Yang penting niatnya teman-teman. Jika kita memang berniat untuk menebar kebaikan, segala cara dan kesempatan pasti akan ada jalan. Karena itulah, mari kita terus menebar dan meminta maaf jika salah.
Jika semangat idul fitri ini terus digelorakan, toleransi di negeri ini pasti akan terus terjaga dan bertambah kuat. Hal ini penting karena karakter masyarakat Indonesai sangat beragam. Dan keberagaman ini harus terus dijaga, agar generasi penerus juga bisa ikut menikmatinya. Namun, jika keberagaman ini tidak dijaga, dan kita semua membiarkan maraknya penyebaran bibit intoleransi dan radikalisme di media sosial, tentu kita sendiri yang akan rugi. Indonesia yang serba kaya ini harus kita jaga. Dan salah satu cara yang bisa dilakukan adalah terus menebar kebaikan, agar kita bisa tetap hidup berdampingan dalam keberagaman.
Sikap toleransi harus tetap ada dalam diri setiap manusia Indonesia. Tak peduli apa latar belakangnya, tak peduli agamanya, antar sesama harus saling toleran. Dan semangat idul fitri yang akan segera dirasakan ini, merupakan momentum untuk memperkuat itu semua. Toleransi di tengah kemajemukan masyarakat tetap terjadi. Yang beragama non muslim tetap saling menghargai. Bahkan di beberapa daerah, masih kita temukan saling membantu atau menyiapkan shalat idul fitri.
Contoh sikap toleran umat muslim ini, bisa dilihat sejak dari awal penyebaran agama ini di tanah Jawa, yang ketika itu disebarluaskan oleh Wali Songo. Sebelum Islam masuk, masyarakat ketika itu umumnya sudah memeluk agama Hindu dan Budha. Bahkan masih banyak masyarakat yang memeluk aliran kepercayaan. Para Wali tidak pernah mempersoalkan, menjelekkan atau menggusur agama yang sudah ada. Para Wali justru memilih penyebaran Islam dengan pendekatan budaya. Alhasil, Islam bisa berdampingan dengan agama dan budaya lain hingga saat ini.
Apa yang diajarkan para Wali tersebut, sebetulnya masih bisa kita lihat hingga saat ini. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, justru penyebaran ujaran kebencian, provokasi dan hoaks semakin marak. Bahkan antar sesama muslim pun, bisa saling menebar kebencian karena telah terprovokasi informasi ang menyesatkan. Mari kita jadikan Ramadan dan Idul Fitri sebagai pembelajaran. Mari introspeksi. Bahwa menebar kebencian tidak ada manfaatnya sama sekali. Mari tetap saling menghargai, tapi harus saling menyakiti satu sama lainnya. Salam toleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H