Praktek intoleransi di Indonesia terus berkembang. Meski Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat toleran, nyatanya masih saja ada oknum tertentu yang mencoba menyebarkan praktek intoleran dengan berbagai macam bentuk.Â
Ada yang berupa tulisan, lisan, hingga provokasi untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Yang sering terjadi adalah cuitan, ucapan yang secara sengaja disebarkan dengan alasan bagian dari kebebasan berekspresi. Namun, ekspresi yang muncul seringkali kebablasan.
Belakangan yang ramai jadi perbincandangan adalah cuitan Abu Janda yang mengatakan Islam arogan dan dugaan bernuansa rasis yang ditujukan kepada Natalius Pigai, mantan Ketua Komnas HAM asal Papua. Kasus ini mengemuka karena Abu Janda dianggap bisa mengancam persatuan dan kesatuan di Indonesia. Akibat cuitan tersebut, banyak tokoh yang mengutuk, membalas dengan cuitan dan lain sebagainya. Dan perdebatan ini tentu akan berpotensi melahirkan konflik, karena SARA yang disinggung. Jika tidak bisa melihatnya secara utuh, tentu amarah yang akan dikedepankan.
Banyak orang memilih bertutur dan berperilaku intoleran, karena mempunyai motif tertentu. Ada organisasi keagamaan yang selalu meneriakkan takbir, tapi ucapan dan perilakunya sangat intoleran. Ada juga pribadi yang selalu mencari kesalahan, menebar kebencian dan cenderung intoleran. Ada juga tokoh yang tidak pernah mendengarkan pendapat orang lain, dan merasa dirinya paling benar, sampai akhirnya menyudutkan pihak lain. Salah satu tujuan yang ingin mereka raih ternyata adalah eksistensi.
Demi sebuah eksistensi, banyak orang mengenal karena praktek intoleran yang dilakukan. Dan memang betul, seluruh penjuru negeri mengenal seseorang yang arogan, diskriminatif dan cenderung intoleran. Namun, dibalik ketenaran dirinya, potensi terjadinya konflik begitu nyata. Sekarang siapa yang tidak kenal Abu Janda, Apakah dia benar-benar terbukti melakukan perbuatan yang mengarah ke rasisme? Biarlah petugas yang melakukan penyelidikan. Tapi perilaku yang diduga mengarah pada rasisme itu, telah melambungkan namanya di jagat maya.
Sebenarnya, rasisme atau intoleransi pada dasarnya merupakan musuh besar kita semua. Karena dampak yang dilahirkan dari keduanya bisa memicu terjadinya konflik berkepanjangan. Dan ketika konflik itu terjadi, maka radikalisme akan menyusup dengan mudahnya. Dan tanpa disadari, ketika radikalisme merajalela, paham terorisme akan dengan mudah menyebar kemana-mana. Dari intoleransi bisa berkembang kemana-mana. Dan karena itulah, praktek intoleransi dan rasisme bertentangan dengan budaya Indonesia, dan harus kita lawan di bumi pertiwi ini.
Dalam konteks agama pun, juga tidak ada ajaran agama yang mengajarkan tentang intoleransi dan rasisme. Dalam Islam, dijelaskan dalam QS AL Hujarat :13, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu (berbangsa-bangsa) dan (bersuku-suku) agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan maha teliti".
Dari ayat di atas jelas sekali bahwa menjaga kesetaraan satu sama lain penting untuk dilakukan. Jika kita memang seorang muslim, maka jauhkan ucapan dan perilaku kita dari intoleransi dan rasisme. Karena pada dasarnya di mata Tuhan semuanya adalah sama. Dan tujuan Tuhan menciptakan manusia di muka bumi ini adalah untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Untuk saling interaksi, saling memahami. Salam toleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H