Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Introspeksi, Belajarlah dari Penyesalan dan Ancaman Eks ISIS

10 Februari 2020   08:15 Diperbarui: 10 Februari 2020   08:18 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan isu ISIS kembali mengemuka di media massa ataupun media sosial. Wacana pemulangan WNI eks ISIS menuai pro dan kontra tidak hanya bagi para pemimpin negeri, tapi juga di kalangan masyarakat. Kenapa isu ISIS ini mengemuka kembali? Mungkin ini menjadi pertanyaan bagi sejumlah pihak.

Terlepas apapun itu tujuannya, isu harus bisa kita jadikan pembelajaran bersama. Ketika pertengahan 2014 ISIS berhasil menguasai sebagian Suriah, berhasil menyedot perhatian dunia. Banyak masyarakat dari berbagai belahan dunia terpedaya dengan propaganda ISIS. Namun, khilafah yang mereka tawarkan hancur pada Oktober 2017. Kini para pengikutnya yang masih hidup, terlunta-lunta termasuk para WNI eks ISIS.

Memang ironis.  Indonesia yang sangat toleran ini, masih dianggap oleh sebagian orang merupakan negara yang tidak Islami, kafir dan segala macamnya. Ketika muncul ISIS, sebagian orang itu berbondong-bondong datang ke Suriah dan terus mengecam Indonesia. Tidak sedikit para perempuan dan anak-anak dibawah orang tuanya untuk bergabung dengan ISIS.

Bahkan, pernah viral di media sosial ketika anak-anak yang masih belia itu diajarkan bagaimana latihan militer dan menembak dengan senjata laras panjang. Ada juga aksi pembakaran passport sebagai bentuk protes dan tidak mengakui kedaulatan Indonesia. Kini, mereka yang mereka semua terlunta-lunta di negara orang, berharap bisa kembali pulang ke Indonesia.

Dalam kata mata hak asasi manusia, anak-anak dan perempuan itu harus mendapatkan perlindungan. Dalam kaca mata kemanusiaan, memang harus mendapatkan perhatian dari negara. Namun, jika melihat segala aksi kekerasan dan kekejaman yang dilakukan ISIS kepada seluruh dunia, apakah masih perlu untuk mempertimbangkan untuk menerima mereka kembali?

Ketika nyawa tidak ada harganya bagi kelompok ISIS, cukup menjadi bukti bahwa mereka bukanlah orang yang memperjuangkan agama. Karena agama apapun yang ada di bumi ini, tidak membenarkan membunuh orang dengan semaunya.

Pernah ada salah seorang keluarga asal Indonesia, yang pergi ke Suriah bergabung dengan ISIS dan berhasil pulang ke Indonesia, memberikan testimoni yang mencengangkan. Bahwa propaganda ISIS yang dimunculkan di media sosial, sama sekali tidak terbukti dan terjadi.

Justru yang terjadi para perempuan seringkali dijadikan budak seks, para laki-laki dipaksa memanggul senjata, dan anak-anak dipaksa untuk belajar ala militer. Bahkan, ketika itu anak-anak juga pernah digunakan untuk menjadi pelaku peledakan bom bunuh diri. Sungguh sangat ironis.

Mari kita introspeksi dari semua ini. Jangan lagi ada pihak-pihak yang menebarkan propaganda radikalisme. Jangan lagi ada yang menganggap Pancasila kafir, pemerintah kafir dan segala macamnya.

Semuanya itu merupakan upaya untuk menjatuhkan pemerintah untuk mendapatkan simpati publik. Jangan lupakan cara-cara ISIS ketika itu. Hampir sama dengan cara-cara yang berkembang saat ini, menggunakan media sosial untuk menebar kebencian dan provokasi.

Ingat, kita semua diciptakan Tuhan di bumi ini untuk saling berinteraksi dan mengenal satu dengan yang lain. Untuk saling berinteraksi, saling menghormati dan tolong menolong antar sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun