Korban propaganda radikalisme tak pandang usia. Pelaku terorisme pun juga tidak hanya dilakukan manusia dewasa. Anak-anak yang tak tahu menahu pun bisa menjadi korban, karena terpapar dari orang tuanya. Banyak orang tua yang terpapar, tidak pernah memikirkan bagaimana nasib anak-anak mereka.Â
Dalam kasus bom Surabaya misalnya. Hampir seluruh keluarga menjadi korban, kecuali salah satu anaknya yang selamat ketika diajak melakukan aksi bom bunuh diri.Â
Setelah kejadian, anak tersebut pun harus mendapatkan pengawalan untuk mendapatkan bantuan agar bisa recovery dan tidak meniru apa yang telah dicontohkan orang tuanya.
Baru-baru ini, polisi menangkap 34 terduga teroris di Kalimantan Tengah. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka. Yang mengejutkan, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak.Â
Kini, mereka sedang mengikuti program deradikalisasi yang difasilitasi Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).Â
Jika kita melihat selama ini. Anak-anak hanya menjadi korban. Bukan pelaku penggerak. Namun, jika sejak belia sudah ditanamkan paham radikalisme dan terorisme, tentu dia akan tumbuh menjadi pribadi yang radikal dan berpotensi melakukan tindakan teror di kemudian hari.
Saat ini, kelompok radikal terus menyebarkan propaganda radikalisme di media sosial, agar anak-anak dan remaja menjadi terpapar. Ketika mereka sudah terpapar radikalisme, pola pikirnya pun bisa menjadi radikal. Segala ucapan dan perilakunya cenderung intoleran. Sementara intoleransi itu merupakan bibit dari radikalisme.Â
Dan radikalisme merupakan bibit dari terorisme. Karena itulah, menjadi tugas kita bersama untuk menjaga anak-anak generasi penerus agar terhindar dari paparan radikalisme di media sosial.
Semua pihak harus aktif melakukan pencegahan. Jangan biarkan anak-anak sendirian. Berilah perhatian yang cukup. Dan berikanlah hak-haknya sebagai anak. Anak punya hak untuk bermain. Ajarkan saling menghargai sejak dini. Ajarkanlah bagaimana konsep gotong royong melalui permainan dengan teman-temannya.Â
Meski tak dipungkiri, permainan enak era dulu sudah mulai tergeser dengan permainan online. Anak-anak sudah familiar dengan yang namanya game online.Â
Fakta ini juga harus menjadi perhatian bersama. Orang tua harus bisa melakukan control. Karena sekali lagi, radikalisme bisa menyusup kemana saja dan melalui apa saja. Tak terkecuali game online.