Beberapa bulan kebelakang ini, Indonesia memasuki tahun politik. Sejak pilkada DKI Jakarta, pilkada serentak hingga pilpres dan pileg pada 17 April 2019 kemarin, banyak pihak berusaha mencari simpati masyarakat, agar bisa mendapatkan dukungan. Cara yang dilakukan pun bermacam. Ada yang benar-benar menawarkan ide dan gagasan, tapi ada juga yang menebar kebencian dan kebohongan, untuk menjatuhkan elektabiltias pasangan calon.
Usai pilpres dan pileg kemarin, publik dikejutkan dengan berbagai ajakan berbuat onar di media sosial, merespon hasil pemilu yang dianggap penuh kecurangan. Ajakan ini tidak perlu direspon. Karena saat ini proses demokratisasi masih berlangsung. KPU masih terus melakukan penghitungan, sampai akhirnya memutuskan presiden terpilih.
Mari kita lupakan sejenak urusan politik. Saat ini, sudah memasuki bulan Ramadan. Bulan dimana kita sebagai umat muslim tidak hanya diwajibkan untuk berpuasa, tapi juga mengendalikan hawa nafsu dan amarah. Seperti kita tahu, amarah dan kebencian belakangan ini begitu kuat melalui hoaks dan hate speech yang disebar melalui media sosial.Â
Akibatnya, banyak orang menjadi provokator, dan banyak orang yang menjadi korban provokasi karena tidak membekali dirinya dengan literasi. Mari kita sudahi praktek semacam itu. Mari kita cooling down, melupakan dan meninggalkan praktek yang justru mendekatkan diri dengan perilaku yang tidak terpuji.
Di bulan Ramadan ini, menjadi momentum bagi kita, khusunya pihak-pihak yang terlibat dalam perheletan politik untuk introspeksi. Segala ucapan dan perilaku harus dijaga, agar tidak mengotori bulan yang penuh berkah ini. Jangan bawa urusan politik ke dalam urusan agama.Â
Biarlah di bulan Ramadan ini, KPU menyelesaikan pekerjaannya. Mari tetap kita kawal KPU, namun tanpa harus saling menebar kebencian tanpa dasar yang jelas. Mari kita sama-sama belajar demokrasi, agar demokratisasi di negeri ini semakin matang.
Ingat, menjaga ucapan dan perilaku merupakan bagian dari ibadah. Dan berlomba melakukan ibadah di bulan Ramadan, tentu akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Pilihan ada ditangan kita. Mau mendapatkan berkah Ramadan, atau justru menjauhkan diri dari berkah Ramadan.Â
Lagian, menebar kebencian di bulan Ramadan ataupun di bulan apapun, jelas tidak memberikan dampak positif bagi kita. Mari berpikir logis. Jika tidak ada manfaatnya, kenapa masih dilakukan? Yuk, lupakan masa lalu yang tidak ada manfaatnya. Sekali lagi, mari kita gunakan Ramadan sebagai momentum untuk memperbaiki diri.
Jika sebelumnya kita menjadi penebar pesan kebencian, mulai saat ini mari kita menjadi penebar pesan perdamaian. Jika sebelumnya kita menjadi pelaku persekusi, mari kita berubah menjadi pegiat toleransi. Jika kita sebelumnya terlibat aksi terorisme, mari kita berubah menjadi pelaku penebar kebaikan, agar lingkungan dan negeri ini mendapatkan berkah dari Tuhan menjadi negeri yang menyejukkan tanpa kekerasan.Â
Mari kita pertahankan Indonesia menjadi negeri yang toleran, yang penuh dengan rasa saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong antar sesama.