Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pahlawan Milenial Penyebar Narasi Perdamaian

6 November 2018   07:30 Diperbarui: 6 November 2018   07:44 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi Milenial - http://www.myorangehr.com

Era milenial memang menjadi era bertemunya antara teknologi dan informasi. Perpaduan antara keduanya telah memberi ruang tersendiri bagi anak-anak muda. Bagaimana tidak, anak muda bisa mengakses informasi, melakukan jual beli, mencari pertemanan, mencari pekerjaan, dan masih banyak aktifitas lain hanya melalui smartphone. 

Dunia seakan dalam genggaman. Kondisi ini kian menarik ketika dunia maya menawarkan media sosial, yang bisa dijadikan anak muda untuk menyalurkan ekspresi. Mulai dari mengungkapkan pendapat, memunculkan ide dan gagasan, hingga menyebarkan propaganda tertentu, bisa dilakukan di media sosial. 

Menarik bukan? Sayangnya, diantara yang menarik itu juga ada yang mengkhawatirkan. Media sosial juga digunakan untuk menyebarkan narasi kebencian dan hoax.

Semakin hari, penyebaran narasi kebencian dan hoax memang kian mengkhawatirkan. Banyak pihak memperkirakan intensitas penyebarannya akan mengalami peningkatan, seiring memanasnya eskalasi politik jelang pemilihan presiden dan wakil presiden 2019. 

Kepolisian pun telah menangkap banyak pihak, yang secara sengaja menebar kebencian dan hoax. Bahkan ketika Indonesia di landa bencanapun, masih ada pihak yang secara sadar dan sengaja menebar hoax. Padahal, kita semua tahu bahwa menebar hoax bisa terkena ancaman pidana.

Penyebaran kebencian dan hoax ini tidak hanya berkaitan dengan urusan politik dan bencana. Dalam urusan keagamaan. Nilai-nilai agama yang suci, tak jarang dibelokkan menjadi pemahaman yang lebih sempit. Akibatnya, tidak sedikit dari masyarakat yang ingin memperdalam agama, terjerumus dalam paham radikalisme yang mengantarkannya lebih dekat pada tindakan terorisme. 

Dan faktanya, banyak anak-anak muda yang terpapar terorisme melalui internet. Setelah mereka terprovokasi, mereka melakukan tindakan teror. Kondisi inilah yang kadang masih terjadi hingga saat ini.

Masyarakat harus terus diingatkan dan diberi penyadaran. Hal ini penting karena literasi masyarakat masih sangat rendah. Budaya baca yang rendah membuat masyarakat begitu mudah percaya terhadap segala informasi yang beredar di dunia maya. 

Kondisi ini kian runyam ketika informasi bohong atau hoax itu, dianggap sebagai sebuah kebenaran dan langsung di share tanpa harus disaring terlebih dulu. Dan ketika hoax itu dipadukan dengan sentimen SARA, yang terjadi adalah masyarakat saling seteru satu dengan yang lainnya. Dan bibit semacam ini sudah mulai terlihat dalam beberapa tahun terakhir ini. Lalu, sebagai generasi muda, apakah kita hanya diam saja?

Pada titik inilah diperlukan komitmen dan kontribusi aktif dari anak-anak muda. Di era kemerdekaan, anak-anak muda, santri dan seluruh elemen masyarakat memilih turun ke jalan untuk berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. 

Di era reformasi, anak-anak muda turun ke jalan melakukan demonstrasi dan berhasil menurunkan rezim Soeharto. Di era milenial ini, tentu anak muda juga bisa memberikan kontribusi positif bagi negeri ini. Karena dunia maya telah dipenuhi ujaran kebencian dan hoax, saatnya anak muda generasi milenial menunjukkan komitmennya, untuk membersihkan ujaran kebencian dan hoax dari negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun