Saya punya  teman SD namanya Edi 'saja'. Anak kampung Tua Tunu kota Pangkalpinang yang pernah juara semacam olimpiade matematika se kota Pangkalpinang.Â
Di SD ia jagoan matematika dan selalu ranking 1 di kelas. Kami berpisah ketika saya masuk SMP negeri dan dia masuk SMP swasta yang masuk sore. Padahal nilai ujian akhirnya bisa masuk SMP negeri namun karena ingin membantu orang tua maka ia memilih masuk sekolah sore hari.Â
Saya bertemu terakhir dengan dia ketika dia ke rumah membeli sepeda bekas saya. Saya bujangan dan sedang pulang kampung libur semester saat kuliah di UGM saat itu dan ia sudah bekerja sebagai buruh harian untuk menghidupi anak dan istrinya.
Edi adalah contoh bagaimana orang yang terlahir dari keluarga miskin walapun seorang jenius akan kembali berpeluang jadi miskin seperti orang tuanya. Sayangnya Edi tak bisa memilih dari rahim ibu siapa ia akan lahir, apa sukunya dan di mana dia akan lahir.Â
Andai Edi bisa memilih pastilah ia akan ingin punya Ayah Bill Gates, lahir di LA California, lalu kuliah di Harvard dan kemudian meneruskan usaha orang tua dan tetap jadi orang kaya.Â
Saya sendiri kalau bisa memilih ingin lahir dari rahim Megawati, lalu kuliah di MIT terus jadi menteri hehe.. Itulah penjelasan sederhana dari apa yang diistilahkan oleh John Rawls dengan the veil of ignorance.Â
Suatu konsep yang hampir mirip dengan patrimonial capitalism yang digagas oleh Thomas Piketty. Di mana kapitalisme terbentuk karena warisan atau keturunan bukan karena kerja keras, inovasi, entrepreneurship dan kompetensi. Kata Piketty patrimonial capitalism lah penyebab ketimpangan di dunia dimana mereka yang terlahir kaya akan semakin kaya sedangkan yang terlahir miskin akan tetap miskin.
Untuk itulah kemudian mengapa ada negara perlu ada negara karena kontrak sosial sebuah negara adalah untuk menciptakan keadilan atau kesejahteraan umum jika merujuk ke UUD 1945.Â
Keadilan itu adalah ketika negara mampu membantu mereka yang lemah dan tak bisa memilih untuk dilahirkan jadi orang kaya, Â agar bisa bersaing dengan mereka yang sudah dilahirkan kaya dari lahir.
Untuk menciptakan keadilan artinya negara harus memberi akses pendidikan yang sama bagi setiap warga negara. Jangan sampai orang Papua mendapat pendidikan yang minim dan Orang Jakarta mendapat fasilitas dan guru yang berkualitas.Â
Jangan sampai orang kaya mendapat sekolah terbaik elite dengan guru dan fasilitas baik, sedangkan mereka yang terlahir miskin hanya bersekolah di sekolah negeri dengan gurunya yang lebih sibuk mengurus bukti-bukti administrasi untuk mendapat tunjangan  sertifikasi daripada menyediakan hal hal yang lebih subtantif untuk meningkatkan kualitas pengajaran.