Mohon tunggu...
Budi Kurniawan
Budi Kurniawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung

Pemerhati ekonomi-politik dan kebijakan publik, meraih gelar master public policy dari The Australian National University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Link and Match Pendidikan Tinggi: Kritik untuk Mendikbud Nadiem Makarim

27 Januari 2020   06:45 Diperbarui: 27 Januari 2020   06:56 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketika saya mengikuti tes jadi dosen di Universitas Lampung, saya diwawancara oleh Wakil Rektor 1 bidang Akademik Prof Tirza Hanum. Saya termasuk yang lama diwawancara karena tema diskusi menarik. 

Saya ditanya apakah relevan peran jurusan Ilmu Pemerintahan untuk pasar dunia kerja? Saya menjawab pasar jurusan Ilmu Pemerintahan itu terbatas. Pemda sekali membuka rekrutmen hanya 1 hingga 2 formasi. Itupun harus berbagi dengan jurusan Ilmu Politik dan Administrasi negara. Oleh Karena itu jurusan ini seharusnya tidak banyak menerima mahasiswa hingga ratusan. Tetapi cukup sekitar belasan orang paling banyak 25 orang. Fokusnya kepada research saja bukan penyediaan lapangan kerja yang sangat terbatas.

Masalah jurusan yang tidak link and match dengan pasar sempat juga dikeluhkan rektor UGM Prof Sofian Efendi yang dalam beberapa kesampatan sering berdiskusi dengan saya sewaktu saya di BEM UGM. Prof Sofian sempat ingin melikuidasi Fakultas Filsafat UGM yang menurutnya hanya belajar sejarah pemikiran tokoh, hehe.. Tetapi tentu Prof Sofian tak berani dan mungkin bercanda, hingga sekarang Fakultas Filsafat UGM tetap berdiri. Bahkan tetap menjadi yang terdepan dalam studi Pancasila.

Solusi link dan match itu seharusnya adalah memperbesar memperbanyak pendidikan vokasi dan memfokuskan peran Universitas untuk research dan pendidikan profesi. 

Saya percaya bahwa Tuhan menciptakan banyak manusia teknisi ketimbang akademisi. Tak banyak orang bisa berpikir abstrack logis mathematics, naturalist atau social analitical. 

Coba survey setiap ratusan mahasiswa baru tentang minat dan bakat mereka. Kebanyakan mereka tidak paham bakat mereka secara akademis namun sangat pandai bakat teknis yang seharusnya disalurkan pendidikan vokasi dan kemudian di-link-kan ke dunia kerja dan industri. Tak heran banyak mahasiswa baru merasa salah masuk jurusan. Saya punya pengalaman pribadi saat saya sebagai dosen menerangkan dia malah mennggambar wajah dosennya karena bakatnya menggambar tetapi malah masuk jurusan Hubungan Internasional.

Hulu masalah adalah management talenta di SMP kita yang lemah. Sejak awal seharusnya siswa harus dipetakan ke mana. Tuhan memberinya rezeki kepandaian apakah teknis atau akademis. 

Jika management talenta berjalan baik maka mereka yang berbakat secara teknis yah masuk SMK lalu politeknik untuk pendidikan tingginya. Bagi Yang bakat secara akademis ya masuk SMA dengan dibagi lagi talentanya ke jurusan IPA, SosHum atau Bahasa. 

Perbanyak SMK sempat jadi program mendikbud Muhammad Nuh dan itu sudah benar sejatinya, tinggal dilanjutkan oleh mas Nadiem. Jadi seharusnya tidak ada lagi cerita salah masuk jurusan dan mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan malah jadi juragan pulsa karena IPK pas-pasan akibat ogah-ogahan kuliah sedangkan minatnya jadi pedagang tidak pernah diasah oleh sistem pendidikan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun