Mohon tunggu...
Budhi Wiryawan
Budhi Wiryawan Mohon Tunggu... profesional -

mengikuti kemana darah ini mengalir....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menulis Cara Efektif Menularkan Virus Kebaikan

14 November 2014   06:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

SAYA bukan seorang guru formal,  yang bekerja di sebuah institusi pendidikan. Tapi saya merasa pernah menjadi guru setidaknya untuk empat bidang (fak) yang berbeda, yakni :jurnalistik, sastra, drama, dan pendidikan pemilih. Dalam  kurun waktu dan kesempatan yang berbeda pula tentunya .

Itu semua saya jalani karena hobi dan tuntutan pekerjaan. Di bidang jurnalistik,  karena saya pernah bekerja sebagai  wartawan,  baik media cetak maupun media elektronik. Untuk sastra, dan drama, saya belajar   otodidak.  menulis fiksi sekaligus akting, yang kemudian saya aktualisasikan lewat sanggar teater yang saya dirikan bersama teman-teman.  Dari situ akhirnya saya diminta mengajar di sebuah sekolah, sebagai guru tentatif,  mengajar saat dibutuhkan. Sementara sebagai guru di sebuah fak yang barang kali agak asing kedengarannya , yakni pendidikan pemilih ,  itu saya jalani karena ketugasan saya sebagai komisioner penyelenggara pemilu di sebuah KPU kabupaten .

Setelah saya analisa dan saya "otak-atik" , hobi dan pekerjaan yang saya geluti ini  ternyata benang merah nya ada di satu spektrum, yakni dunia yang berkolerasi dengan tulis menulis. Maka  dari jagat menulis ini pula saya bisa melakukan manufer apapun, terlebih saya merasakan kepuasan batin yang tak bisa diukur dengan nilai materi. Senang  rasanya jika  bisa  berbagi pikiran dan berbagi peran dengan siapapun. Entah itu anak-anak, orangtua, pelajar, mahasiwsa, dan apapun sosok profesi seseorang.

Disamping itu, menulis  diluar dugaan saya ternyata  mampu membawa saya pada sebuah strata psikhologis yang disebut kepercayaan diri .  Saya tak menyangka, jika semula saya tumbuh sebagai  anak yang minder,  sejak saya  SD hingga SMP.   Namun apa yang kemudian merubah seluruh konstruksi psikologis saya ?  Tatkala saya dikenlakan oleh seorang teman yang berprofesi sebagai wartawan, saat itu pikiran saya mulai terbuka. saya belajar kepada  orang itu, : menulis berita , wawancara, memotret.dsb.  Momen itu terjadi   ketika saya duduk di kelas 2 SMA.  Setahun kemudian  saya benar-benar  belajar "berlayar" di dunia  jurnalistik, tak hanya teori tapi sekaligus praktek di lapangan, sebagai seorang koresponden daerah di sebuah koran lokal.  Akhirnya waktu pun saya menej sedemikian rupa, sepulang sekolah baru kutunaikan pekerjaan wawancara dan menulis berita. Saat awal menulis, saya sering meliput pertandingan sepak bola.. Kisah ini pula yang kemudian membangkitkan kepercayaan diri saya, untuk kemudian menularkan virus kebaikan kepada teman-teman saya sebaya.

Menulis adalah pekerjaan  seni,  sekaligus bernuansa intelektual , namun lentur . Pekerjaan ini juga mampu mengalihkan perhatian orang sekaligus menghipnotis banyak orang . Kebetulan saya juga menyukai sastra. Ratusan  puisi sudah saya tulis,puluhan buku puisi ( baik tunggal maupun bersama-sama ) pernah diterbitkan, dan puluhan tulisan di media cetak lokal dan nasional

Namun yang paling menyentuh tatkala saya menjadi guru pada sebuah kelas, yang saya dirikan bersama teman sekolega saya tatkala masih bekerja sebagai komisioner penyelenggara pemilu.namanya "Kelas Pemilu", agak sedikit asing bukan ?. Dengan materi tulisan dan simulasi yang lahir dari inspirasi saya menulis fiksi dan sedikit kemampuan saya akting ( dari ilmu yang saya peroleh di sanggar teater),  menjadi paduan dan panduan antara literer (tulisan) dan gerak/akting,  ternyata mampu menjadikan kelas itu hidup. Kadang saya sering memasukkan kata-kata kunci dan kata-kata bijak untuk menyemangati  murid saya yang sebagian besar adalah para pelajar dan mahasiswa ( yang saya kategorikan sebagai kelompok pemilh pemula).

" Bayangkan jika dua puluh orang saja di kelas ini tak mau dan tak mampu menjinakkan ulah orang-orang yang bermain curang lewat gerakan money politik, dengan mengatakan : No Politik Uang.  apa jadinya negeri ini ke depan .Kaliyanlah yang bakal menjadi lokomotif negeri ini"   itu salah satu jargon yang sering saya sampaikan di muka kelas, diantara beberapa jargon lainnya yang saya siapkan lewat tulisan

Maka tak salah jika kemudian Tanoto Foundation http://www.tanotofoundation.org/ mengajak kepada segenap sivitas dan korp guru untuk menyenangi dunia menulis. Karena dengan menulis, yakinlah semua hal yang sulit , bisa menjadi cair dan mudah, semua hal yang hambar dan menjemukan bisa hidup dan menggairahkan

Sebab membangun karakter generasi ke depan yang berakhlak mulia, cerdas, terampil dan peka sosial, adalah sebuah keniscayaan yang akan terus dihadapi bangsa dan negeri ini. Yakinlah, dengan menulis jendela dan cakrawala dunia akan tersibak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun