Mohon tunggu...
Budhi Wiryawan
Budhi Wiryawan Mohon Tunggu... profesional -

mengikuti kemana darah ini mengalir....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lanskap Airmata

3 November 2012   13:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:01 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

hujan telah reda, tak ada yang luar biasa
bulir airmata itu bukan genangan masa lalu
tapi sisa air hujan yang menempel, karena kabut
tak mengijinkan cahaya mengelus wajahmu
yang maron, karena alir darah, kangen menikmati
pipimu yang tetap membola, seperti melon jingga

kau tak tahu, di luar sana setangkai bunga bakung
merunduk ke tanah, kesakitan kerna ditampar
bulir-bulir air hujan, dan angin pun menambah
siksa penderitaannya
senja tanpa senyawa, tanpa binar
yang membahagiakan

tanah kebunku, taman hati yang dulu sempat gersang
namun kini lanskap itu berubah menjadi lukisan mata
karena kau menikmati titian malam ini
lupa mengingat lagi, sakit-sakit yang kita bangun
dengan kesungguhan, tanpa perlu perlawanan
persis di saat hujan lebat pertama
beberapa tahun lalu, setelah lapuk masa menjelang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun