hujan telah reda, tak ada yang luar biasa
bulir airmata itu bukan genangan masa lalu
tapi sisa air hujan yang menempel, karena kabut
tak mengijinkan cahaya mengelus wajahmu
yang maron, karena alir darah, kangen menikmati
pipimu yang tetap membola, seperti melon jingga
kau tak tahu, di luar sana setangkai bunga bakung
merunduk ke tanah, kesakitan kerna ditampar
bulir-bulir air hujan, dan angin pun menambah
siksa penderitaannya
senja tanpa senyawa, tanpa binar
yang membahagiakan
tanah kebunku, taman hati yang dulu sempat gersang
namun kini lanskap itu berubah menjadi lukisan mata
karena kau menikmati titian malam ini
lupa mengingat lagi, sakit-sakit yang kita bangun
dengan kesungguhan, tanpa perlu perlawanan
persis di saat hujan lebat pertama
beberapa tahun lalu, setelah lapuk masa menjelang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H