habis sudah seluruh antologi kukucurkan
untuk merayumu agar kau sudi menciumi selembar keningku
yang kini mulai berkerut, seperti topeng karet
atau kau minta aku menulis sejuta puisi lagi
agar terurai seluruh kepalsuan
yang menumpuk di sela-sela bahuku yang legam
menuju tua, adalah mencari jalan yang lebih longgar
tapi lorong itu adalah goa yang masih juga gelap
lalu lilin yang kucari itu, kemana kau simpan ?
kutahu di setiap detik mimpimu
selalu saja terbayang wajah rahwanaku
paras kekerdilan yang melekat di garis-garis aksen bajuku
menempel dan selalu berkelebat di pupil matamu
sekarang ini sepantasnya kau balas permintaan maafku
dengan cara apa pun juga, kumau
tapi jika kau suka tulislah dalam secarik puisi
biar bisa kutafsir sendiri kemana angin mengalir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H