Sejarah seringkali berbicara tentang orang besar, seperti raja, presiden, pengusaha sukses dan sejenisnya. Selain itu dalam sejarah pada umumnya kita dipaksa untuk menghafal tanggal, peristiwa hingga alur peristiwa dan itu tak jauh dari cerita para orang besar. Seolah sejarah hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki kuasa dalam sosial dan ekonomi. Apakah mereka yang tidak memiliki kuasa dalam sosial dan ekonomi tidak memiliki sejarahnya?
Sejarah merupakan sesuatu hal unik bagi manusia karena hanya manusia yang memiliki kesadaran, kemampuan berpikir, serta mencatat dan merefleksikan peristiwa masa lalu. Dalam filsafat sejarah, pemikiran ini didukung oleh Hegel yang menyatakan bahwa sejarah adalah proses perkembangan kesadaran menuju kebebasan, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia. Karl Marx juga menegaskan bahwa sejarah adalah hasil dari perjuangan kelas dalam masyarakat, di mana manusia terus berupaya mengubah sistem sosial dan ekonomi mereka. Dalam teorinya, Marx menolak gagasan bahwa ide atau tokoh besar adalah penggerak utama sejarah.
Dari sudut pandang antropologi, manusia berbeda dari hewan karena memiliki bahasa dan simbol yang memungkinkan mereka mendokumentasikan dan menganalisis pengalaman mereka, seperti yang dikemukakan oleh Ernst Cassirer. Sementara hewan hanya mengalami perubahan melalui evolusi alamiah, manusia dapat menciptakan teknologi, institusi sosial, serta membangun peradaban berdasarkan pengalaman historis mereka. Dalam sosiologi, Max Weber menambahkan bahwa manusia bertindak secara rasional dan memiliki tujuan dalam mengubah kehidupan mereka, yang membedakan mereka dari hewan yang hanya mengikuti naluri. Oleh karena itu, hanya manusia yang benar-benar memiliki sejarah dalam arti perubahan yang disengaja dan terstruktur, di mana mereka belajar dari masa lalu dan menggunakannya untuk membentuk masa depan.
Berangkat dari hal itu saya dipertemukan dengan sebuah komunitas yang menawarkan sebuah perspektif berbeda dari arus besar tentang sejarah, namanya Walk The Past. Mereka beberapa kali membuka sebuah agenda untuk umum yang mengajak masyarakat umum melihat perspektif lain dari sebuah sejarah dengan berjalan kaki dan mengalami langsung kondisi sosial yang menjadi jalur perjalanan. Seperti dalam pengenalan di zine yang mereka bagikan saat acara berlangsung yaitu, Walk The Past ingin mengajak masyarakat (peserta) merayakan masa lalu dengan jalan-jalan. Sejarah menurut komunitas ini bukan merupakan sekedar hafalan dan nama-nama tokoh melainkan cerita sehari-hari masyarakat. Komunitas ini mempercayai bahwa kisah sehari-hari yang terjadi di masa lalu lebih penting dibicarakan, dibanding kisah heroik dari nama-nama besar. Nilai ini sejalan dengan pandangan sejarah yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sejarah dimiliki oleh manusia bukan hanya mereka yang memiliki kuasa namun setiap manusia tanpa terkecuali.
Komunitas ini mengajak masyarakat (peserta) untuk bisa mengenali kondisi lingkungan sekitar dari sudut pandang sejarah sehari-hari. Sesuai namanya Walk The Past, komunitas ini mengajak melihat sejarah dengan berjalan kaki seolah para peserta memasuki ruang masa lalu sekaligus masa kini. Dengan berjalan kaki para peserta diajak melihat yang tidak dapat dilihat saat berkendara. Beberapa kisah sejarah yang terpinggirkan adalah kisah para buruh Hotel Tugu Jogja---saat ini sudah menjadi bangunan terbengkalai, meskipun masuk dalam cagar budaya namun dimiliki oleh perorangan---yang menuntut kenaikan upah, mereka melakukan aksi mogok kerja dalam menuntut kenaikan upah sebanyak 50%, aksi tersebut dilakukan secara massif melalui perkumpulan pekerja (mungkin saat ini sama dengan serikat buruh/pekerja) yang dipimpin oleh Chauffeursbond. Dan bukan hanya itu para pekerja juga menuntut agar jam kerja malam yang lebih dari pukul 21.30 dinaikan upahnya. Namun sayang data mengenai kisah ini tidak ditemukan lebih lanjut mengenai tuntutan tersebut.
Sambil berjalan para peserta dijelaskan mengenai ketimpangan ruang masa lalu---yang hingga kini masih terjadi---bahwa zaman kolonial pembangunan hanya tertuju pada jalan utama saja, saat ini disebut jalan Margo Utomo dulu bernama jalan Mangkubumi sementara pemukiman para pekerja yang ada dibalik jalan tersebut yaitu pinggiran Kali Code tak terurus. Menyusuri Kali Code para peserta diajak lebih dalam melihat kehidupan masyarakat pinggir kali saat ini, pemukiman sudah lumayan tertata berkat seorang romo bernama Yusuf Bilyarta Mangunwijaya atau lebih dikenal dengan panggilan romo Mangun. Beliau mengubah arah hadap rumah pemukiman Kali Code yang sebelumnya membelakangi kali menjadi menghadap kali, hal ini menghasilkan dampak yang cukup signifikan yaitu membuat kali menjadi lebih bersih karena jika arah rumah membelakangi kali maka masyarakat cenderung membuang sampah ke kali sementara saat menghadap kali masyarakat cenderung lebih menjaga kali.
Melalui Walk The Past kita diajak melihat sekali lagi bahwa sejarah bukan hanya milik penguasa melainkan juga milik setiap individu melalui cerita sehari-hari yang tidak kalah pentingnya atau bahkan lebih penting dari kisah para penguasa. Dari kisah sejarah mereka yang terpinggirkan sejarah menemukan kembali dirinya sebagai bagian dari hidup manusia seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H