Mohon tunggu...
Sebastianus Anto
Sebastianus Anto Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Seorang Buruh yang terkadang mencoba menuangkan kotoran kepala melalui coretan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ibu

19 Mei 2024   19:03 Diperbarui: 19 Mei 2024   19:33 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Surga ditelapak kaki ibu"

Begitulah kalimat yang sering kita dengar atau paling tidak yang sering aku dengar. Saat aku masih remaja kalimat itu sama sekali tak bisa dipahami dalam benak ini. "Bukankah surga itu suatu tempat yang ada setelah kematian? Bukankah itu yang diajarkan dalam pelajaran agama?" begitulah benak ini berpikir. Ketidakpahaman membawa aku menjadi seorang anak yang sedikit nakal. Seringkali perintah dan nasihat darinya tak jarang aku abaikan. 

Hingga suatu saat ketika aku masih SMP, bapak memberi sebuah buku yang berjudul Sarinah. Buku tersebut aku baca dengan susah payah karena pertama, aku dulu bukan yang senang membaca; kedua, buku tersebut masih menggunakan ejaan lama sehingga butuh waktu untuk beradaptasi; ketiga, bahasa penulisan dalam buku Sarinah merupakan Bahasa yang cukup sulit dipahami bagi anak SMP---paling tidak bagi aku.

Pada saat memberi buku Sarinah bapak menyampaikan bahwa jangan sekali-kali menyakiti seorang perempuan, terutama ibu. Sembari memberikan sekilas pengantar mengenai buku tersebut, bapak menjelaskan bahwa peradaban manusia dibentuk oleh perempuan tanpa perempuan maka peradaban manusia tidak akan maju seperti saat ini. 

Ketika itu aku hanya terdiam karena mencoba memahami maksudnya. Mungkin karena muka ini terlihat pusing maka bapak berkata "Sudah dibaca saja, jika ada yang tidak dimengerti pada buku ini nanti bisa diskusi dengan bapak". Buku Sarinah pun ku terima dengan penuh kebingungan dari kata-kata yang telah diucapkan oleh bapak namun sekaligus dengan rasa senang karena buku tersebut merupakan karya dari Sukarno, seorang tokoh yang memang ku kagumi---hal ini juga terpengaruh dari kedua orang tua ku.

Setiap diri ini bingung hendak melakukan apa maka Sarinah pun menjadi solusinya. Lembar demi lembar coba ku lahap hingga membuat otak seorang anak SMP berputar keras memahami maksud dari kata-kata yang disampaikan Sukarno di buku tersebut. Setiap menemui kendala, baik cara membaca---sekali lagi buku itu menggunakan ejaan lama---maupun istilah yang masih asing didengar bagi ku yang masih SMP (seperti sosialisme, patriarki, matriarki dan kapitalisme) maka bapak akan menjadi tempat bertanya serta berdiskusi. 

Setelah Sarinah berhasil ku selesaikan---tentu saja dengan waktu yang cukup lama---maka membuat diri ini sangat kagum terhadap perempuan. Bagaimana tidak kagum, pada buku Sarinah dijelaskan bahwa wanitalah yang menjadikan peradaban manusia semaju seperti saat ini, persis yang diucapkan oleh bapak. Perempuan lah yang menemukan rumah hingga sistem pertanian sehingga mengubah pola manusia yang sebelumnya nomaden dan berburu menjadi menetap dan bertani-berternak. 

Ketika para laki-laki berburu maka perempuan harus menjaga anak-anak mereka dan bisa bertahan hidup. Perempuan bertanggungjawab menjaga kehidupan dari ancaman yang datang seperti hewan buas dan kelaparan karena tidak ada kepastian kapan para laki-laki akan kembali membawa makanan. Dari kondisi tersebut maka kaum perempuan berpikir dan mengamati lingkungan hingga mereka dapat membangun gubuk dan pertanian.

Perempuan tidak hanya melahirkan manusia namun mereka juga melahirkan peradaban. Dari nomaden menjadi menetap dan berburu menjadi bertani-berternak merupakan penemuan yang luar biasa. Manusia tak perlu lagi tinggal dalam goa-goa dan tidak perlu lagi ketakutan akan kekurangan sumber pangan disuatu daerah karena manusia akhirnya mengerti tentang budidaya pangan. 

Dari hal ini membawa aku memahimi ungkapan Surga dibawah telapak kaki ibu. Pantas saja Surga diungkapkan berada ditelapak kaki seorang ibu karena dari seorang perempuan yang kemudian menjadi seorang ibu sebuah kehidupan (peradaban) dirawat dan dilahirkan. Menghormati seorang ibu sama saja dengan menghormati kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun