Apa yang pertama terbersit dalam pikiran teman-teman tentang Filsafat? Aneh, sulit, ga jelas, dan mungkin masih banyak lagi stigma yang melekat pada Filsafat. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat asing dengan Filsafat sementara itu fondasi negara ini berdiri dengan sebuah Filsafat, yaitu Panca Sila. Ilmu Filsafat di Indonesia masih sangat dipandang sebelah mata, bukan hanya pada kalangan masyarakat tapi juga oleh negara. Bagaimana tidak, jika negara membuka lowongan pekerjaan entah melalui CPNS atau BUMN yang sangat jarang membuka bagi keilmuan Filsafat. Ditambah lagi dengan framing media yang memakai istilah Filsafat dengan kurang tepat, seperti ahli metafisika ditampilkan sebagai dukun atau ahli gaib.
Sehingga menjadi sangat wajar---meskipun tidak dibenarkan---jika masyarakat Indonesia menjadi asing dengan Filsafat atau bahkan mempunyai stigma yang kurang baik terhadap Filsafat. Tak jarang ketika saya kuliah sebagai mahasiswa Filsafat mendapat pertanyaan "Kuliah Filsafat mau jadi apa? Dukun?" Terlebih lagi saat mereka melihat ada mata kuliah metafisika seolah menegaskan bahwa memang benar kuliah Filsafat itu menjadi dukun atau ahli gaib. Filsafat yang semestinya merupakan bagian dalam hidup sehari-hari akhirnya terlihat seperti sesuatu yang jauh dan sangat asing.Â
Saya mengatakan bahwa Filafat semestinya merupakan bagian dari hidup sehari-hari karena Filsafat dimulai selalu dari pertanyaan mengenai hidup dan berawal dari hal yang fundamental. Hal ini bisa kita lihat dari seorang anak kecil dipenuhi rasa penasaran hingga ia sering mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang sering menyulitkan orang tua mereka untuk menjawabnya.Â
Para orang tua yang kesulitan menjawab pertanyaan dari anaknya bisa jadi karena mereka telah sibuk dengan sistem sosial yang berlaku maka para orang tua terasing dari hal yang fundamental---karena biasanya anak kecil akan bertanya mengenai hal fundamental.
Rasa penasaran seperti anak kecil inilah dasar dari berfilsafat. Filsafat dimulai dari rasa penasaran tentang misteri kehidupan lalu dirangkai dengan alur berpikir maka seringkali saya menyebut Filsafat sebagai Seni Berpikir atau Teknik Berpikir. Berpikir merupakan bagian dari kehidupan manusia bukan? Berpikir merupakan sebuah seni dan disertai sebuah teknik karena jika tidak demikian maka alur pikiran yang dihasilkan tidak akan logis atau masuk akal. Berpikir yang serampangan justru membawa pada kesesatan bukan sebuah pencerahan. Dan Filsafat membantu manusia dalam berpikir menuju sebuah pencerahan.
Panca Sila adalah contoh konkrit bahwa Filsafat membantu dalam sebuah pencerahan. Hal ini terlihat dalam sidang BPUPKI dimana saat itu para tokoh bangsa meributkan mengenai dengan dasar apa negara ini didirikan, pada saat itu Sukarno menjelaskan mengenai Panca Sila dengan gamblang sebagai tawaran dasar negara. Sukarno tidak serta merta menghasilkan Panca Sila melainkan dari hasil berpikir mengenai rasa penasarannya tentang corak kehidupan masyarakat Indonesia---pada saat itu masih Hindia Belanda---kemudian dirangkai dalam alur berpikir hingga tercetuslah Panca Sila pada 1 Juni 1945. Dan disertai penjelasan yang mudah dimengerti bukan saja oleh peserta rapat BPUPKI melainkan juga oleh masyarakat Indonesia pada umumnya sehingga sampai detik ini Panca Sila dipertahankan sebagai ideologi bangsa atau oleh Sukarno disebut sebagai Way of life.
Terakhir saya ingin mengutip pernyataan dari Descartes "Cogito ergo sum", karena hal ini semestinya menunjukan bahwa Filsafat bukan sebuah bahasa yang berasal dari langit hingga sulit dimengerti oleh masyarakat Indonesia melainkan berakar dari kehidupan manusia itu sendiri, serta bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H