Mohon tunggu...
Budhi Setyawan
Budhi Setyawan Mohon Tunggu... -

Penyair

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sekelumit Sapa

28 Desember 2010   02:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selalu saja ada kegelisahan mendera, bahkan kadang melambai menuju puncaknya. Kegelisahan dalam menahan berondongan dan badai kata-kata yang berkecamuk dan berkerumun di rongga kepala, meminta, memohon, bahkan meronta ingin segera dilahirkan menjadi gelombang-gelombang kalimat, memenuhi wajah-wajah kertas, lembar-lembar hari, berkas-berkas sepi. Setelah terlahir, lepaslah beban. Namun itu hanya sementara dan sesaat. Karena ternyata mereka tak henti di situ, tapi senantiasa bergerak; hidup; meminta bebas berkelana keluar pagar, keluar kampung, merindu dan menemui jiwa-jiwa pencinta. Ada yang bisa bersua, bercanda, bercengkerama, namun bisa juga ada yang hanya berkilas pandang, lalu lupa. Begitulah perjalanan ataupun pengembaraan, bersua teman lama, bertemu kawan baru; menghiasi romantika kisah. Kian banyak penemuan, kian hauslah pencarian. Mencari dengan mencair, lalu bertemu dan berbuah rindu. Lalu berjalan dan mencari menjadi ritual jiwa, terus berjalan dan mencari, tiada lelah tak kenal henti.

(sumber: diambil dari Sekelumit Sapa (semacam Kata Pengantar) dalam Buku Antologi Puisi SUKMA SILAM yang diterbitkan KACARARA, Bekasi tahun 2007)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun