[caption id="attachment_156999" align="aligncenter" width="650" caption="Para Puteri Indonesia / Foto : Budhi K. Wardhana"][/caption] Keriuhan di panggung Kompasianival 2011 usai pemotongan kue ulang tahun mendadak berubah sunyi. Apa pasal? Sang master of ceremony berambut kribo tiba-tiba bersuara membahana memanggil bintang tamu yang paling ditunggu oleh para Kompasianer. Perhelatan akbar di FX Plaza lantai 7 (10/12) menyambut ulang tahun ketiga situs Kompasiana itu terpotong sepi. Senyap melanda beberapa jenak saat puluhan kepala menoleh kiri, kanan, atas, bawah, tak sabar menanti hadirnya sang tamu. Agaknya penonton tak dibiarkan lama menunggu. Dan teriakan si kribo Arie Dagienkz kembali memenuhi ruangan. "Inilah dia Puteri Indonesia 2011, Maria Selena..." [caption id="attachment_157001" align="alignleft" width="246" caption="Puteri Indonesia 2011 Maria Selena / Foto : Budhi K. Wardhana"][/caption] Seorang gadis cantik semampai muncul dari balik pintu di belakang penonton. Geraknya demikian luwes penuh percaya diri sembari menebar senyum. Kilatan mahkota menghiasi rambut legam sebahu yang menari seirama langkah kakinya. Sungguh sederhana gaun bercorak bunga yang dia kenakan, tampak berpadu indah dengan sepatu hak tinggi yang menopang tubuh sempurna Maria. Hanya sesaat dia melintas begitu dekat di depan saya, namun aroma parfumnya yang ringan elegan begitu melekat di indera penciuman. Saya terpana. Dan menyadari bahwa sedari tadi saya hanya berdiri melongo. Laksana magnet, Puteri Indonesia 2011 ini telah menyedot kekaguman ratusan pasang mata Kompasianer. Panggung pun berubah gemerlap. Lampu-lampu dari berbagai penjuru menyiram setting meja kursi minimalis dengan layar lebar yang terpajang sebagai background. Di sanalah sang ratu bertahta ditemani dua puteri lainnya, yaitu Puteri Intelegensi II, Annisa Putri Ayudya dan Puteri Indonesia Pariwisata, Andi Tenri Natasha. Terlahir di Kota Palembang dua puluh satu tahun lalu, Maria mungkin tak terlalu bermimpi menjadi seorang Puteri. Bahkan dalam pikiran teman kecilnya, dia tak ubahnya seorang gadis berambut pendek yang suka basket dengan kulit yang terbakar matahari. Barangkali itulah pengakuan yang dikutip oleh Kompas sebulan lalu. Namun, bolehlah dia merendahkan diri begitu rupa, tetapi fakta memaparkan bahwa kini dia tepilih sebagai perempuan tercantik versi Yayasan Puteri Indonesia. Begitulah. Keelokan wajahnya memang telah memikat banyak orang. Tak cuma para juri di Kontes Putri Indonesia, pastilah ratusan pewarta warga yang memadati pesta Kompasianival mengamini kecantikan Puteri Indonesia wakil Jawa Tengah ini. Terbukti antusiasme penonton begitu bergairah hingga ke pinggir panggung. Bak paparazi amatiran, puluhan kamera terarah menuju para puteri dengan diselingi suara sutter lensa yang berpadu kilatan blitz dari segenap sudut. Tentulah seorang puteri harus membuktikan bahwa keayuan paras dan kesempurnaan ragawi mesti didukung oleh kecemerlangan otak, wawasan, dan kemurnian hati. Walau tak terlalu mengeksplorasi sisi inner beauty, talkshow yang dipandu oleh penyiar radio bernama asli Arie Apriludy ini cukup menunjukkan kualitas otak dan wawasan para Puteri Indonesia. Salah satu pertanyaan kritis dari penonton adalah mempertanyakan kompetensi mereka di di luar dunia kecantikan. Apa yang akan mereka perbuat setelah tidak menjadi ratu lagi? Dan para puteri itu begitu cerdas menjawab, meski menurut saya jawaban Maria sedikit di luar harapan karena dia justru mengambil contoh seniornya yang kini sedang diterpa masalah korupsi, Angelina Sondakh. [caption id="attachment_157002" align="aligncenter" width="650" caption="Talkshow Dipandu oleh Arie Dagienkz / Foto : Budhi K. Wardhana"][/caption] Tak apalah, asalkan nantinya dia tak ikut-ikutan latah mengidap penyakit sosial bangsa ini yang sudah demikian kronis. Ya, bangsa ini sudah bosan dengan beragam keperihan yang menerpa warganya. Tentang rakyat yang dibantai, perempuan yang diperkosa, kemiskinan yang merajalela, pramuwisma yang disika dan dibunuh di negeri manca, wakil rakyat yang arogan dan hidup bermewah-mewah, pejabat yang korup, pengangguran yang membengkak, kekayaan alam yang dijarah, atau amuk karena perbedaan pendapat dan keyakinan. Masih adakah kabar baik dari negeri ini yang dulunya dikenal sebagai bangsa ramah, toleran, dan suka menolong? Jeng Maria, bolehkah saya menitip pesan untukmu? Kabarkanlah pada dunia bahwa masih ada hal baik di negeri kita. Tentang keelokan kepulauan kita. Tengoklah pantai Raja Ampat yang permai, Danau kelimutu yang memukau, dan Bali yang tetap penuh eksotisme. Juga beritakanlah keagungan budaya bangsa ini. Bahwa di luar kemolekan ragawi yang nanti kau tampilkan di ajang Miss Universe, tunjukkan bahwa Indonesia masih menyimpan keunggulan istiadat berbalut tradisi luhur. Tentulah kita mempunyai seni batik yang adiluhung, kisah-kisah wayang yang memikat, beragam baju adat yang cantik, seni tari dan musik-musik tradisional yang menarik. Ceritakanlah pula tentang kekayaan alam negeri ini yang sejak dulu mengundang beragam bangsa untuk menguasainya. Tuturkanlah tentang kesuburan tanah kita, hasil pertanian yang melimpah, juga isi laut dan tambang yang kaya. Bangsa ini berharap banyak padamu, Maria, karena kecantikanmu adalah kebanggaan kami. [caption id="attachment_157003" align="aligncenter" width="650" caption="Seusai Talkshow / Foto : Budhi K. Wardhana"][/caption] Waktu berlari selama satu jam ketika si pemandu acara yang juga berprofesi sebagai aktor film itu menutup sesi talkshow. Lalu para bidadari pun melenggang pergi di bawah siraman lampu kilat kamera dan massa yang mengerubungi untuk sekedar ingin berjabat tangan atau meminta foto bersama. Segera saya mengemasi kamera di saat panggung Kompasianival masih gegap gempita dengan pembagian doorprize. Sebentar kemudian saya meninggalkan ruangan menuju lift di pojok gedung. Untung tak bisa ditolak ketika tanpa sengaja saya berada satu lift dengan ketiga Putri Indonesia tersebut. Alih-alih ingin sedikit bertanya demi melengkapi reportase, saya malah terbengong-bengong demi menyaksikan kecantikan mereka. Dari jarak yang begitu dekat saya dapat mengamati setiap detil wajah ayu nan bening Maria Selena. Saking jernihnya mungkin jika dia minum kopi ada bayangan hitam yang merambat turun di lehernya. Hehehe... Sungguh saya beruntung bisa berada satu lift dengan mereka karena di lantai-lantai berikutnya pengunjung lainnya ditahan untuk tidak masuk ke dalam lift. Melalui cermin yang terpantul di pintu lift saya dapat mengamati keindahan ketiga Puteri Indonesia yang berdiri di belakang saya. Terpikir dalam otak, parfum apa yang saya semprotkan tadi hingga bisa menarik para bidadari ini? Walah! Saya hanya tersenyum-senyum sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H