Mohon tunggu...
Dwi Buddyartho
Dwi Buddyartho Mohon Tunggu... profesional -

Mengenyam pendidikan dan besar di Timur Indonesia, bekerja di beberapa daerah di Barat Indonesia menciptakan pengalaman yang sangat bermanfaat untuk dibagikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum

23 Agustus 2012   18:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:24 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Maaf jika tulisan ini berkaca pada institusi asing yang ada di negeri kita ini yaitu sekolah Internasional terbesar. Jauh dari maksud mendewakan institusi tersebut tapi lebih ingin membuat bangsa ini memahami bahwa sebenarnya kita bisa seperti mereka jika kita memiliki kemauan. Generasi muda Indonesia telah teruji sangat memiliki kecerdasan, terbukti dari berbagai macam jenis olimpiade ilmu pengetahuan yang diselenggarakan,  generasi muda kita bisa berprestasi dan dengan bangga membawa pulang berbagai jenis kemenangan dalam perlomaan-perlombaan ilmu pengetahuan tersebut. Dalam sekolah internasional tersebut, terdapat bagian kecil yang mereka namakan curriculum specialist yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kita semua akan tahu fungsi dan tugas bagian ini. Adalah sama sekali tidak salah jika bagian ini di negara kita berada pada institusi pendidikan setingkat kementerian. Sayangnya penjabaran kurikulum ini sangat tidak efektif karena kebijakan peneribitan buku-buku peljaran sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Pengusaha berlomba-lomba mengajukan proposal penerbitan buku yang telah dibuat menurut kurikulum yang ditetapkan oleh kementerian, dan dengan senang hari kementerian meloloskan beberapa penerbit sebagai rekanan penerbitan buku sekolah yang akan digunakan di seluruh sekolah di Indonesia. Berapa jumlah sekolah ? Berapa murid sekolah swasta di Indonesia ? Bisa dihitung berapa banyak buku yang terbit  dengan berbagai macamnya dan berapa fee yang diterima oleh pembuat kebijakan. Lebih buruk lagi, sekolah mengambila bagian dalam proses yang salah ini, dengan memilih buku yang akan dipakai oleh para murid berdasarkan berapa jumlah fee yang akan diperoleh, bukan berdasarkan kualitas penerbit yang paling pas dengan kurikulum dan kebijakan belajar mengajar di sekolahnya.

Bukankah kementerian seharusnya memilih penerbit yang terbaik yang dinilai secara objektif sangat suitable dengan kebijakan kurikulum yang telah ditetapkan ? Seandainya demikian, para murid tidak akan kuatir menghadapi ujian nasional yang bersumber dari kementerian. Para murid tidak akan kuatir dengan isu-isu yang menyesatkan bahwa terdapat beberapa sekolah yang muridnya memiliki kemampuan lebih. Sementara buku pendamping boleh diterbitkan dengan pengawasan yang ketat berfungsi sebagai pelengkap atau tambahan/suplemen.

Semoga para pembuat kebijakan di pusat dan daerah memiliki pola pikir yang sama sehingga anggaran pendidikan yang luar biasa besar tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun