Mohon tunggu...
buddy ace
buddy ace Mohon Tunggu... -

Menulis untuk dibaca oleh orang lain, pertama kali saat duduk di bangku kelas 6 SD. Adalah sebuah surat dari rakyat (baca: saya) untuk presiden (baca: Pak Harto). Alhamdulillah dibalas, setahun kemudian saat saya telah duduk di bangku kelas 1 SMP. Memang terlambat, tapi itulah yang membuat saya terus semangat menulis, menjadi jurnalis sampai saat ini, disamping tentu saja karena dengan menulis saya semakin menyukai kegiatan membaca yang menjadi hobby saya sejak kecil. Bukankah penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Begitu pun sebaliknya, dengan membaca dan terus membaca kemampuan menulis pun semakin berkembang ke arah yang lebih baik. Artinya, jangan pernah berhenti menulis dan membaca!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Buby Chen Sakit, Seniman Gelar Konser Amal

15 April 2010   03:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_118899" align="alignright" width="224" caption="Saat Hadir di Java JAzz Festival 2008"][/caption] Maestro jazz Indonesia, Buby Chen (kerap ditulis Bubi Chen), kini terbaring sakit. Kondisi kesehatan pria yang terlahir dengan nama Tan Koan Djien (Chen Kuan Ren) di Surabaya, 9 Februari 1938, sejak beberapa tahun belakangan memang cenderung menurun. Dan sejumlah seniman serta wartawan musik yang tergabung dalam CCI-Charity Club Indonesia, dengan sigap langsung menyiapkan konser amal untuk memberikan dukungan moril maupun materil kepada pria yang bermain piano sejak usia 13 tahun. Saya sempat menanyakan kondisi kesehatannya saat ia hadir dalam Java Jazz Festival International di tahun 2008 dengan mengenakan kursi roda. Katanya, “Walapun di kursi roda, saya masih bisa bermain piano,” aku pemilik nama Jawa Suprawoto ini, tanpa menceritakan penyakit yang dideritanya. Dan terbukti, Buby memukau penonton yang sebagian besar adalah musisi jazz dari dalam maupun luar negeri. Kini, Om Buby, begitu musisi muda biasa menyapanya, tak hanya dikursi roda, tapi ia kini terbaring lemas nyaris tak berdaya di kamarnya. Maka CCI pun berinisiatif menggelar konser amal yang bertujuan memberikan dukungan padanya dengan melibatkan sejumlah musisi ternama dan nama penting di scene jazz Indonesia, seperti; Chaseiro, Kul Kul, Utha Likumahua, Didik SSS, Henry Lamiri, Margie Siegers, Kadri Jimmo & The Price of Rhytm serta Audiensi Band (home band). Bahkan sejumlah nama yang sedang dalam konfirmasi dan diharapkan mendukung acara yang akan digelar dalam waktu dekat ini, antara lain; Abadi Soesman, Elfas Secioria, Indra Lesmana, Yovie Widianto, Yockie Suryoprayogo, Rien Jamain , Akordeon, Iga Mawarni, Mbak Ermie Kulit , Andien , Dwiki Darmawan, Dewa Budjana serta Simak Dialog. Antusiasme musisi untuk turut mendukung konser amal tersebut, tentu saja karena sosok Om Buby yang pernah dinobatkan oleh Radio Voice of America sebagai The Best Pianist of Asia saat berusia 22 tahun itu, adalah “benang merah panjang” dalam sejarah musik jazz di tanah air. Om Buby, yang pernah melahirkan sejumlah komposisi seperti; Buaian Asmara, Semalam, Sri Ajuda, Lajang Lajang, Merindu, Kasih Aku S'lalu Disampingmu, Hampa dan Kenangan Mesra, sesungguhnya telah mengenal music dan instrument piano sejak usia 3 tahun, kemudian belajar jazz secara otodidak sekaligus kursus informal pada Wesco School of Music di New York (1955-1957). Namun Buby Chen mulai belajar serius di usia 5 tahun. Saat itu ayahnya, Tan Khing Hoo, menitipkan Bubi kepada Di Lucia, seorang pianis berkebangsaan Italia, untuk belajar piano. Kendati belum bisa membaca, bahkan memahami not balok, Di Lucia bisa mengajarinya. Ketika usianya 13 tahun (1951), ia kepergok oleh guru musiknya, Jozef Bodmer (berkebangsaan Swiss), tengah memainkan sebuah aransemen jazz dengan pianonya. Padahal, kala itu Buby sedang menekuni musik klasik. Sang guru pun memuluskan bakatnya untuk menekuni musik jazz. Ditambah dengan ketertarikannya karena ia sering melihat kakaknya, Jopie dan Teddy Chen bermain music jazz. Di Surabaya, kota kelahirannya, Buby pernah membentuk group ’The Circle’ (Maryono-saxophone,F.X. Boy-Bongo, Zainal-bass, Tri Wijayanto-gitar dan KOes Syamsudin-drum). Bersama almarhum Jack Lesmana, ia membentuk ‘Indonesian All Stars’ dengan sejumlah musisi jazz kenamaan seperti; Maryono (alm), Kiboud Maulana, Benny Musthapa dan kakaknya Jopie Chen. Kelompok Indonesian All Stars ini pernah memukau penonton Berlin Jazz Festival (1967). Setelah itu mereka rekaman dan menelorkan album yang kini menjadi barang langka, "Djanger Bali". Rekamannya yang bertitel Bubi Chen with Strings pernah disiarkan oleh Voice of Amerika dan dikupas oleh Willis Conover pada tahun 1960, seorang kritikus jazz ternama dari AS. Ia menyebut Bubi sebagai The Best Pianist of Asia (tahun 1960 Bubi berusia 22 tahun). Bubi juga pernah membentuk "Chen Trio" bersama saudaranya Jopie dan Teddy Chen ditahun 1950-an. Ditahun yang sama ia juga bergabung dengan "Jack Lesmana Quartet" yang kemudian berganti menjadi Jack Lesmana Quintet. Menetap di Surabaya, Bubi Chen menularkan ilmu yang dimilikinya. Beberapa diantaranya cukup dikenal antara lain Abadi Soesman, Hendra Wijaya, Vera Soeng dan Widya Bubi Chen telah merilis banyak album. Beberapa diantaranya: Bubi Chen And His , Fabulous 5 , Mengapa Kau Menagis, Mr.Jazz, Pop Jazz, Bubi Chen Plays Soft and Easy, Kedamaian(1989), Bubi Chen and his friends (1990), Bubi Chen - Virtuoso(1995), Jazz The Two Of Us (1996), All I Am (1997) dan banyak lagi. Jika almarhum Harry Roesli di tahun 1989 pernah menulis; "Bayangkan, sebuah otonomi estetik kecapi-suling disusupi secara indah oleh Bubi Chen dengan bentuk improvisasi dan subtitusi jazz”. Lain lagi komentar musisi Iskandarsyah Siregar. Katanya,”Buby sulit memisahkan nafas dengan musiknya,” saat bertemu dalam event Java Jazz beberapa tahun lalu. Dari pernikahannya dengan Anne Chiang alais Endang Sulisetyaningsih pada tahun 1963 di Surabaya, Om Buby dikaruniai 4 orang anak; Howie Chen, Benny Chen, Yana Chen dan Serena Chen. Ada kisah ringan sekaligus mengesankan seputar masa muda Om Buby yang hobby fotografer itu. Suatu ketika ia dan teman-temannya menuju Pulau Garam, Madura sednag mencari obyek fotonya. Ditengah perjalanan mobil mengalami kecelakaan, Buby yang duduk di depan terhempas lalu kepalanya membentur kaca. Ia pingsan, lalu terbangun sesaat sembari memeriksa 10 jarinya. “Biarlah semuanya rusak asalkan jangan jemari ini. Artinya, aku masih bisa main piano,” kisahnya sembari terbahak. Akibat kecelakaan itu, Om Buby mengalami gegar otak dan wajahnya pun dijahit karena luka menganga. Jazz memang telah menjadi darah dan daging Om Buby. Dirinya adalah jazz itu sendiri, tak heran jika ditanya padanya kenapa ia memilih bermain musik jazz, jawabannya selalu sama; “Improvisasinya lebih kaya, tidak seperti musik klasik yang terikat oleh berbagai aturan. Dan pemain jazz tidak selalu harus tunduk pada komposer” . Soal perkembangan music jazz di tanah air dan apresiasi masyarakatnya, menurut Om Buby, semua bergantung pada upaya para musisi masuk ke dalam akar budaya masyarakat dimana mereka berpijak. “Kita akan melihat Jazz Indonesia akan muncul jika berangkat dari kebudayaan bangsa sendiri yang sangat kaya itu. Setiap musisi harus memiliki Sense of Culture,” imbuhnya suatu ketika. [Interview Java Jazz Festival 2008 dan Informasi berbagai sumber] Karier Buby Chen: Karyawan RRI Jakarta (1955), Dosen di YMI & Yasmi (Surabaya), Ketua Yayasan Musik Victor Indonesia (Surabaya), Pemimpin Indonesia All Stars Band Penghargaan : Satya Lencana atas pengabdian pada seni musik (2004), Ambon Jazz Plus (2009), Lifetime Achievement Award dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur (2010) Album : Bubi In America, Jazz the Two of Us, The Many Colors of Bubi Chen (2009) By Buddy ACe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun