Mohon tunggu...
MBudiawan
MBudiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indahnya Alam Papua

Spesialist dibidang Survey dan Perencanaan kehutanan. Sewaktu muda aktif sebagai seorang kartunis dan penulis di beberapa media di kota Bandung Pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, PT. ASTRA, PT. Sinar Mas Forestry, PT. Kiani Lestari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sprei Putih Tak Bernoda

22 Agustus 2014   15:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:52 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perpaduan yang harmoni antara danau dan hutan terbentang didepan mata. Cuaca yang sedikit berkabut dipagi hari membuat suasana semakin romantis saja, walaupun begitu tidak ada rasa dingin disana.  Semuanya terasa begitu hangat bagi kedua sejoli yang sedang berbulan madu disebuah villa di daerah Lembang.

Hutan pinus yang tumbuh  tersusun rapih mengikuti bentuk lereng menambah keindahan yang tiada terkira, sesuatu yang jarang bisa semua orang nikmati.

Mata Ratih terpejam, air matanya menetes dengan deras. Sakit didada tak tertahan, kenapa dulu dirinya menyerahkan mahkota kesucian kepada laki-laki bejad itu. Kenapa bukan pada suaminya sekarang. Tapi penyesalan sudah tidak ada artinya lagi, semua sudah terlambat.

“Mas, saya mau bilang sesuatu….Mas pasti marah dan kecewa setelah mengetahui keadaan saya yang sebenarnya…”Ratih berujar sambil menitikan air mata. Sebuah persaan sedih berbaur malu, Bagja pasti mengetahuinya setelah malam pertama mereka lalui tadi malam. Sprei putih yang terbentang masih tampak bersih.

“Saya tidak seperti yang dikira, saya sudah….” Ratih terhenti sejenak. Dadanya begitu sesak, terasa berat untuk mengungkapkan sebuah kesalahannya dimasa lalu.

Semakin pilu perasaan Ratih mendengar perkataan Bagja yang dengan lembut berbisik,”Sudah, tidak apa-apa. Tidak usah diucapkan, biarlah semuanya itu berlalu. Semuanya adalah masa lalu…”

“Tapi Mas harus tahu sekarang, apapun yang akan diputuskan nantinya terserah Mas Bagja…” Ratih berujar sambil melirik pada sprei putih tanpa bercak noda disana..

“Kalau disampaikan pun, belum tentu saya akan bahagia. Malah bisa sebaliknya…Makanya sudah, tak perlu diungkapkan…” bukan suatu halangan  Bagja untuk tetap dan semakin menyayangi Ratih istri tercintanya. Bagja tidak menyesal dengan pilihannya. Apalah arti sebuah bercak darah, dia memilih Ratih menjadi pendamping karena memang hanya mengharapkan cinta dan kasih sayangnya. Ingin menjadikannya seorang ibu dari anak-anaknya yang sholeh.

Angin pegunungan berhembus membawa kedamainan di hati Ratih. Sebuah kedamaian yang sangat dia harapkan terjadi. Pada saat hari perkawinan biasanya orang pasti bahagia, Ratih pun bukan tidak bahagia, hanya saja ada satu hal yang selama ini disembunyikan terhadap Bagja. Ratih sangat mencintai Bagja, dia takut ditinggalkan oleh Bagja. Ratih menunggu malam pertamanya dengan perasaan was-was dan khawatir suaminya akan kecewa, lalu menceraikan dirinya. Jarang ada lelaki yang mau menerima wanita seperti dirinya, seorang wanita yang sudah ternoda. Semuanya telah direngut oleh laki-laki yang mengumbar janji manis padanya, seorang guru les yang ternyata sudah beristri. Laki-laki yang pada akhirnya tidak mau bertanggung jawab.

Ketika Ratih   tahu dia sudah beristripun, Ratih tetap bersedia menjadi istri keduanya. Sayang laki-laki itu beralasan terus, ‘Sabar, saya kan perlu waktu untuk bilang sama istri, bukannya tidak mau bertanggung jawab’ Sebuah janji gombal masih terngiang ditelinga Ratih. Saat tahu dirinya dijodohkan dan akan menikah dengan pria pilihan orang tuanya, laki-laki itu hanya mengatakan ‘Jika suamimu tidak bisa menerima keadaanmu atau kamu nanti tidak bahagia dengan suamimu, saya masih selalu menanti….’ Saat itu Ratih hanya bisa menangis, dia tidak mau menikah dengan pilihan orangtuanya, dia masih mencintai lelaki itu.

“Yang penting sekarang kita bisa bersama untuk saling mempercayai”ujar Bagja sebuah ucapan lemah dan lembut berbisik ditelinga Ratih. Dibelainya rambut Ratih dengan mesra.

Kehangatan kembali menyelimuti seisi kamar,  wangi bunga melati terasa semakin menyemarakan suasana pagi itu. Diluar sana matahari seakan enggan keluar membuat udara Lembang terasa begitu dingin

Ratih tidak kuasa untuk menjawabnya, dia hanya bisa ungkapkan dengan pelukan hangat kedada suaminya. Sungguh bahagianya Ratih mendapatkan seorang lelaki seperti Bagja. Semoga saja ini semua tidak akan pernah berubah sampai kapan pun, Ratih berjanji akan benar-benar berbakti dan mengabdi pada sang suami yang luar biasa sabarnya itu. Walaupun saat itu  hanya mimpi, dirinya berharap tidak pernah ada yang membangunkan. Dirinya tidak ingin terjaga. Biarlah dirinya terus tertidur degan ditemani mimpi indah ini.

“Nenek….! Minta tambah ketupatnya…”

Ratih tersentak dari lamunan, cucunya dari anak yang kedua meminta tambahan ketupat lebaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun