Mohon tunggu...
MBudiawan
MBudiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indahnya Alam Papua

Spesialist dibidang Survey dan Perencanaan kehutanan. Sewaktu muda aktif sebagai seorang kartunis dan penulis di beberapa media di kota Bandung Pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, PT. ASTRA, PT. Sinar Mas Forestry, PT. Kiani Lestari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Haji Karet

15 Juli 2014   16:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:17 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari pagi setelah selesai menderes karet, Pak Bujang masih terduduk ditepi kolam dibelakang rumahnya. Sebuah kolam berukuran empat kali empat meter dengan air berwarna kehitaman. Kolam yang tidak pernah ia tamani benih ikan.

Letak kolam bersebelahan dengan dengan kebun getahnya yang tidak seberapa luas. Hanya seperempat hektar saja, tapi lumayan bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Ya, Pak Bujang sudah lama hidup sendiri semenjak  istrinya meninggal. Sekian puluh tahun menikah mereka tidak dikaruniai seorang anakpun. Masa tuanya kini hanya seorang diri, dia harus bisa menjaga dan merawat diri sendiri. Kadang ada juga yang sering datang menjenguknya, Deny anak Juned, kawannya di waktu muda dulu. Kebetulan tinggal tidak jauh dari rumahnya.

Pagi itu rencananya Deny akan datang,  mau membantunya  untuk mengambil tabungan yang disimpan selama ini. Sepertinya sudah cukup untuk biaya naik haji.

Seperti kebanyakan orang Melayu di Siak, Pak Bujang menanam karet di tanahnya. Ya, karet itu tidak perlu perawatan berlebih, tinggal tanam lalu ditinggal begitu saja. Tanpa perlu dipupuk pun dia bisa tumbuh. Lima sampai tujuh tahun kemudian getahnya sudah bisa diambil.

Hanya saja sekarang orang sudah banyak beralih ke tanaman sawit, banyak kebun karet yang ditebang dan dibakar untuk kemudian diganti dengan tanaman sawit. Tidak ada niatan di hati Pak Bujang untuk mengganti kebun karetnya, sawit perlu pupuk, modalnya besar. Lagian tanahnyapun tidak terlalu luas.

“Assalamualaikum….” terdengar suara orang yang memberi salam.

“Wa’alaikumsalam” Pak Bujang melirik kearah suara yang datang dari kebelakangnya, “Alhamdulillah..”

“Katanya mau mengambil tabungan, saya sudah bawa sepeda motor” kata Deny

“Ya, rencananya memang begitu” balas Pak Bujang. Wajahnya merautkan kegembiraan melihat kehadiran Deny.

“Di Bank mana, Pak. Ayo saya antar” ujar Deny, “Bapak sudah siap belum? Ayo kita berangkat sekarang saja, mumpung masih agak pagi. Biar datang duluan, kalau sudah siang nanti harus ngantri lama”

Pak Bujang tidak beranjak dari tepi kolam.

“Ayo, Pak…!”  Deny kembali mengajak Pak Bujang. Dia heran katanya mau ambil tabungan tapi Pak Bujang malah makin asik memandangi kolamnya.

“Wah, tapi gimana, yah….Kamu kok pakai baju bagus gitu?”

“Emang kenapa? Kan kita mau pergi ke Kota Siak, malu lah kalau pakai baju buat pergi kekebun..” balas Deny sambil tersenyum.

“Siapa bilang mau ke kota….?”

“Lho? Kan katanya mau ambil tabungan?” Deny makin bingung dibuatnya. Mau ambil tabungan kan harus ke Kota Siak sana. Kalau tidak kekota, mau dimana mengambilnya? Bank kan hanya ada di sana.

“Tabungan saya ada di sana…” Pak Bujang malah menunjuk ke kolamnya.

“Ah, bapak. Masa bapak nyimpan uang disana, hancurlah uang bapak” Deny bingung, jangan-jangan Pak Bujang hanya bercanda saja.

“Betul, didalam sana. Makanya kamu kok pakai baju bagus, padahal mau diminta supaya masuk kedalam kolam” Pak Bujang meyakinkan Deny.

“Mau panen ikan, maksudnya? Bapak kan tidak pernah menanam benih ikan disana, lagian mana mau ikan hidup di air hitam bau begitu”

“Tabungan saya adalah getah karet yang saya lemparkan kedalam kolam setiap minggu selama bertahun-tahun. Sekeping dua keping karet untuk tabungan saya. Mudah-mudahan cukup untuk berangkat naik haji ke tanah suci” Pak Bujang menjelaskan lebih rinci kepada Deny.

Setiap hari kalau tidak hujan, begitu selesai sholat subuh di mushola, Pak Bujang langsung menderes karet di belakang rumahnya. Seminggu sekali pada hari kamis, Pak Bujang menjual ke setengah kepengepul dari hasil deresanya. Sisanya dia lemparkan kedalam kolam. Hitung-hitung buat tabungan. Kalau sudah cukup suatu saat nanti akan di ambil.

Setelah jelas, Deny kemudian melepaskan baju dan celana panjangnya, dia kemudian masuk kedalam air kolam yang hitam pekat dan bau itu. Hidungnya ditutup dengan memakai kaus dalam, paling tidak untuk mengurangi aroma busuk yang tercium.

Betul saja, saat kakinya menyentuh dasar kolam terasa seluruh permukaan dasar kolam kalau diinjak seperti menyentuh benda lembek sedikit keras. Karet! Wah banyak betul kalau begitu.

“Pak, kayaknya perlu tambahan tenaga. Perlu cari orang lain lagi, karet bapak banyak nian…”

Pak Bujang memperhatikan Deny dan kawanya yang sibuk mengangkat getah karet yang sudah membeku dari dalam kolam. Hasilnya sungguh banyak, semua seakan tidak percaya, hampir 3 ton karet yang diangkat. Dihitung-hitung uangnya sudah lebih dari cukup untuk biaya berangkat naik haji. Bisa sekalian menghajikan Almarhum Istri tercintanya.

Dua tahun kemudian, begitu menginjakan tanah di Jedah, Pak Bujang langsung bersujud sukur. Perjuangan dan usahanya selama ini terbayar sudah.

Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni'mata laka wal mulka.”  ucap Pak Bujang, “Ya Allah, aku datang karena panggilanMu.Tiada sekutu bagiMu. Segala ni’mat dan puji adalah kepunyanMu dan kekuasaanMu.Tiada sekutu bagiMu”

Orang sekampung setengah tidak percaya pada saat dibilang bahwa dirinya akan pergi naik haji.

“Dapat rejeki dari mana?”

“Siapa yang bayarin, Pak?” pertanyaan serti itu banyak meluncur dari mulut orang sekampung.

Tidak apalah kalau kemudian mereka mamanggilnya dengan Haji Karet.  Bisa Naik haji hasil dari tabungan karetnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun