Mohon tunggu...
MBudiawan
MBudiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indahnya Alam Papua

Spesialist dibidang Survey dan Perencanaan kehutanan. Sewaktu muda aktif sebagai seorang kartunis dan penulis di beberapa media di kota Bandung Pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, PT. ASTRA, PT. Sinar Mas Forestry, PT. Kiani Lestari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rambut di Cat Merah, Gigi Pakai Behel, Sayang Celana Dalamnya Robek....

20 April 2015   09:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat pindah dari Pulau Kalimantan ke Surabaya,  boyongan bersama anak istri  hanya punya satu tujuan. Membuka usaha sendiri, berjualan di ruko warisan istrinya. Joko tergiur melihat orang yang berusaha sendiri banyak yang berhasil, tidak seperti dirinya yang hanya punya status sebagai karyawan perusahan. Dari hari kehari hanya gali  lubang tutup lubang, mengandalkan gaji semata.

Perusahaan tempatnya bekerja adalah sebuah perusahaan nasional yang cukup besar dan ternama, namun setelah dijalani, kayaknya perusahaannnya saja yang besar, sementara gaji karyawannya tidak. Diantara dua pilihan hidup, bekerja diperusahaan besar namun gaji kecil sebagai staff atau punya usaha kecil milik sendiri tapi gaji besar, jadi bos lagi..

Setahun berjalan, ternyata berusaha itu tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Dulu Joko hanya melihat dari luar saja, melihat bagaimana orang lain sukses dengan berwiraswasta. Ternyata, pada kenyataannya tidak semudah itu.

Angin mulai menggoyang bahtera kehidupannya, belum lagi datang gangguan dari luar yang membuat pondasi rumah tangga semakin miring. Akhirnya memang benar-benar ambruk,  kemudian hancur berantakan. Istrinya  tertarik dengan laki-laki lain, seorang anggota dewan yang banyak uangnya. Yang jadi korban tentunya anak-anak mereka, sekarang mereka tinggal di rumah sang nenek, mantan mertuanya.

“ Lupakan masa lalu, Tarik Gaass lihat masa depan”  Tulisan di kaos dengan latar belakang sepeda motor tua. Omset kaos ini terjual habis.  Sebenarnya Joko tidak pernah bisa melupakan masa lalunya meski itu sudah hampir lebih dari 7 tahun, selalu teringat terus.

“Rambut di Cat MERAH, Gigi pakai BEHEL, Sayang Celana Dalamnya ROBEK” ini ditujukan kepada mantan istrinya yang sekarang terlihat modis, seperti bule. Buceri, Bule Cet Sendiri maksudnya. Tapi dia yakin, pakaian  dalamannya masih seperti dulu.  Celana dalam mantan istrinya tak terurus. Baju inipun laku keras dipasaran. Rejeki buat anak-anaknya.

Usahan Joko awalnya  dari coba-coba beli kaos oblong polos, kemudian dia sablon sendiri dan kemudian dipakai sendiri. Ternyata banyak respon  kepadanya. Ada yang tertawa, ada juga yang menyarankan buat saja kaos seperti itu agak banyak, lalu jual di pasar atau di pameran-pameran.

Setelah dijalani, ternyata lumayan juga untungnya. Lama-lama Joko membeli bahan sendiri, kemudian mengupahkan pada orang untuk menjahitnya. Sablon tetap dia kerjakan sendiri.  Hasilnya, disamping kwalitas kaos yang semakin bagus, keuntungan yang diperolehpun jauh lebih meningkat.

“Motor Klasik memang lebih nyaman dibanding Motor Plastik” Kaos ini banyak dicari oleh para pecinta sepeda motor tua.

Bukan berarti  Joko tidak mampu membeli sepeda motor baru. Untuk saat sekarang, dia jelas bisa membeli motor apapun, usahanya sudah sukses. Outlet bajunya ada beberapa cabang, karyawanpun banyak.  Alasan Joko tidak mau mengganti kendaraanya, mengingat sejarah saja. Sepeda motor itu yang selama ini selalu mengantar dirinya kemana-mana disaat susah. Kalau dulu sepeda motor butut itu selain untuk bergaya , juga merupakan alibi buat orang lain yang melihat, bahwa dirinya pecinta sepeda motor tua. Padahal sebenarnya tidak mampu beli, jangankan yang baru. Sepeda motor second saja nggak kebayang....

Belum lagi mengingat menu makan sehari-harinya dulu, “Pagi hari sarapan SOTO, Siang makan BAKSO, Malam hari RENDANG. Semuanya dalam Bentuk MIE INSTAN!”  Pengalaan hidup ini dijadikan dalam bentuk  kaos dan laku dalam jumlah yang lumayan banyak, bahkan banyak yang inden.

Suatu ketika , seorang laki-laki gemuk keluar dari sebuah mobil menyerempet sepeda motor tua kesayangannya Tanpa basa-basi “Buk-buk...!” beberapa pukulan bersarang diwajahnya. Sementara dua orang laki-laki memegang tangannnya dari belakang.  Joko masih mengingat wajah orang yang memukulnya itu. Dia adalah laki-laki yang merebut istrinya dulu. Mantan anggota dewan 3 tahun yang lalu.

Dari ocehan mantan anggota dewan tadi, Joko baru tahu bahwa mantan istrinya sekarang lari dari rumah tangganya yang baru. Kabar miring kembali ke Joko. Itu yang membuat mantan anggota dewan marah pada Joko. Di pagi yang yang masih sepi itu, Joko terkapar di trotoar. Setelah semuanya sudah pergi, dengan tertatih-tatih Joko mengangkat sepeda motaor tuanya yang tergeletak di jalan.

Semua kata-kata di dalam kaos produksinya itu sebenarnya bukan ditujukan untuk orang lain, tapi buat dirinya sendiri. Untuk menghibur diri.... Namun Tuhan menentukan lain, malah jalan hidupnya berubah dratis  dengan kata-kata konyolnya. Joko bisa menjadi pengusaha sukses, konveksi kaosnya sukses.  Kata-kata yang awalnya hanya untuk menumpahkan emosi, menumpahkan kekesalan pada sang mantan istri, sekarang malah menjadi ladang rejeki. Pesanan dari mana-mana terus mengalir. Terakhir, mantan istri yang dulu meninggalkannya, sekarang malah minta balik lagi.

Kalau mengingat anak, jelas dirinya mau berkorban, tapi kalau mengingat perbuatan mantan istri dulu. Jijik rasanya.....

“Jangan seperti itu, Mas” saran beberapa beberapa orang kawannya sambil berseloroh, “ harus diingat waktu sama-sama buat anak...”

Joko jadi bingung. Kebingungannnya kembali dia tumpahkan didalam desain baju dengan ditemani “secangkir kopi yang dulunya pahit sekarang sudah menjadi manis”.  Jadi model kaos, namun belum tahu laku keras atau tidak, tak jadi masalah.... EGP (Emang Gue Pikirin....)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun