Musim kemarau baru tiba, tapi sudah ditemukan 60 hot spot Riau, terutama di daerah Dumai. Orang-orang serakah kembali mulai membuat ulah. Sengsara benar nasib orang Riau. Akibat segelintir orang serakah yang membakar lahan untuk perkebunan sawit, sudah banyak yang jadi korban termasuk keluarga kami.
Andai akan membuka lahan seluas 5 hektar dengan alat berat, setidaknya harus keluar biaya 5 juta rupiah/ha. Jadi dibutuhkan dana 25 juta rupiah hanya untuk itu saja. Besar memang biayanya. Akibatnya banyak sebagian orang berpikir, bakar saja lahan yang sudah ditumbang pada saat musim kemarau. Lahan langsung bersih dalam sekejap dengan tanpa keluar biaya besar. Modalnya Cuma korek api dan sedikit minyak tanah.
Biasanya pemilik lahan tidak membakar sendiri tapi membayar orang supaya membakar lahan miliknya. Prosesi pembakaran lahan sering dilakukan pada sore menjelang malam hari, sehingga lepas dari pengamatan aparat. Hanya dalam satu malam semua kayu akan habis terbakar, besok paginya lahan langsung bersih dan api pun sudah padam. Pemilik tinggal tunggu waktu untuk menanam saja. Mudah dan cepat bukan? Hanya sayang mereka tidak punya perasaan, tidak pernah memikirkan orang lain akan sengsara akibat asap yang ditimbulkan. Yang dipikirkan hanya diri dan perutnya sendiri.
Sangat jarang orang yang membakar lahan tertangkap, kecuali kejadian di Giam Siak Kecil sebelumnya. Maklum ini adalah Cagar Biosfir yang diakui oleh UNESCO ditambah lagi asapnya yang sangat menyesakan. Sudah bertahun-tahun selama kami hidup di Riau, selama itupula setiap musim kemarau kami selalu mencium asap pekat. Batuk pilek, ISPA sudah biasa kami alami. Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menerima saja sambil menunggu pemerintah bergerak untuk menanggulanginya. Pernah memang ada tahun dimana tidak ada asap, waktu ada pelaksaan PON di RIAU. Tahun tersebut tidak ada pembakaran lahan, kenapa? Karena saat itu Gubernur sudah mengintruksikan kesemua jajaran jangan sampai terjadi kebakaran lahan. Bisakah intruksi itu dijalankan setiap saat tanpa harus ada PON?
Kalau anda pernah merasakan ikan salai, pasti ketagihan, apalagi kalau dimasak dengan cara digulai plus daun ubi. Nikmat. Ikan ini sering juga dijadikan oleh-oleh selain lempok durian tentunya. Ikan salai dibuat dengan cara pengasapan. Tapi kalau orang Riau yang diasapi bukannya enak, tapi sesak.
Buat kami sekeluarga, itu adalah cerita lama. Kami baru saja pindah ke Bandung, kembali kekampung halaman. Mudah-mudahan tidak akan pernah mengalaminya kembali. Tapi bagi rekan saya, sahabat saya dan masyarakat Riau umumnya, sudah terbayang cerita lama akan terulang kembali jika aparat tidak tegas dalam menanganinya. Jadi jangan dibiarkan api yang mulai kembali bermunculan, tindak dengan tegas pelakunya, beri hukuman yang berat supaya mereka yang serakah itu jera. Kalau ketahuan, sudah selayaknya mereka dihukum berat, jangan pandang bulu, biarpun ada segelintir oknum pejabat atau aparat pemerintah yang terlibat. Hukum!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H