Mohon tunggu...
MBudiawan
MBudiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Indahnya Alam Papua

Spesialist dibidang Survey dan Perencanaan kehutanan. Sewaktu muda aktif sebagai seorang kartunis dan penulis di beberapa media di kota Bandung Pernah bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, PT. ASTRA, PT. Sinar Mas Forestry, PT. Kiani Lestari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Baju Lebaran Buat Rina

7 Juli 2014   15:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:10 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dulu pesta pernikahannya  diangap sebagai pernikahan yang cukup mewah, untuk ukuran sebuah kampung kecil dipedalaman Jawa Barat. Belum lagi calon suaminya adalah seorang lelaki dari kota besar. Seorang laki-laki ganteng dan bergelar sarjana. Banyak di orang di kampung mengungkapkan bahwa Pipin yang seorang anak yatim cukup beruntung mendapatkan suami seperti itu.

Satu tahun setelah pernikahan, saat keluarganya dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik,  Kang Yana mendadak memutuskan untuk pindah bekerja ke Palembang, ke sebuah perusahaan pertambangan batu bara.

Entah kenapa, setelah bekerja disana selama dua  tahun, Kang Yana jadi jarang pulang kerumah, padahal awalnya rutin pulang tiap 2 bulan sekali. Sekarang sudah menginjak tahun keempat suaminya bekerja di Palembang. Saat ini, jangankan pulang, tilpon saja sudah jarang, alasannya sibuk.  Bahkan sudah  2 tahun ini Pipin tidak pernah menerima kiriman uang dari suaminya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membesarkan si kecil, awalnya sedikit-demi sedikit, Pipin menjual perhiasan hasil tabungannya selama ini, lama kelaman tidak ada lagi yang tersisa.

Terpaksa oleh keadaan, sudah hampir 2 tahun ini,  Pipin mengantungkan hidupnya di rumahnya Bu Haji Abeng. Mencuci dan memasak adalah pekerjaannya sekarang. Pergi pagi,  pulang sore hari. Pipin tidak pernah memberi kabar pada suaminya mengenai hal ini, lagian setiap dihubungi  melalui handphone,  nomor suaminya tidak pernah nyambung.

Hari raya tinggal dua minggu lagi, orang-orang dikampung sudah mulai sibuk menyiapkan semuanya. Mulai dari membuat kue kering sampai  belanja pakaian baru. Sementara untuk  Pipin, belum terbayang. Jangankan buat beli baju, untuk kebutuhan makan setiap haripun rasanya berat.

“Kapan kita beli baju baru, Mak? ” tanya Rina, anak satu-satunya yang masih berumur 4 tahun.

“Sabar, sayang” Pipin memeluk anaknya itu. Dia terharu bercampur rasa sedih yang mendalam.

“Lebaran sebentar lagi, kan? ” tanya anaknya lagi dengan polos.

”Pokoknya pas hari raya, Rina pasti pakai baju bagus” Pipin menenangkan anaknya. Terasa ada setitik air mata jatuh di pojok mata, dengan cepat diseka dengan ujung kain banjunya. Pipin sadar, anaknya masih belum bisa mengerti tentang kondisi keluarganya. Tidak mungkin pula untuk menjelaskan secara detail kepada anak sekecil itu. Biarlah beban keluarga ini tak usah dibagi dengan anaknya. Harapan Pipin, Mudah-mudahan saja Bu Haji seperti tahun kemarin memberikan THR buat dirinya.  Dengan uang itu Pipin berencana akan membelikan baju buat anaknya.

“Pin, mending kamu nikah saja sama saya” ucapan itu pernah disampaikan oleh Pak Haji Abeng sambil berbisik ke telinganya.

“Untuk apa punya suami seperti Si Yana”lanjut Haji Abeng,”Mending sama saya saja, biar jadi istri keduapun kamu akan saya senangkan. Kamu masih muda dan cantik, kasihan melihat hidupmu disia-siakan seperti sekarang ini”

“Ah, Pak Haji. Jangan seperti itu”elak Pipin sambil melihat sekeliling, takut Bu Haji mendengarnya. Disamping itu dia tidak ingin menghianati perkawinannya.

“Paling suamimu sudah nikah lagi dikampung orang, Pin”Pak Haji mulai lagi merayu Pipin,”Biar aku tak seganteng Si Yana, aku tidak akan menyia-nyiakan kamu”

Sudah sering Pak Haji mencoba merayunya, tentunya disaat tidak ada istrinya. Berulangkali pula Pipin menolaknya. Buat Pipin sekarang bukan masalah ganteng atau tidak ganteng.  Memang dulu dia menerima cinta Kang Yana karena wajahnya yang ganteng sekaligus seorang sarjana, sekarang sudah berubah. Dia bukan sekedar mencintai suaminya, tapi benar-benar menyayanginya. Dengan alasan apapun, dirinya  berjanji tidak akan menghianati pernikahannya. Biar Kang Yana menikah lagi pun dirinya tidak berkeberatan, asalkan saja Kang Yana suatu hari, bisa pulang kembali kerumah mereka.

Empat  hari lewat, etah kenapa Pak Haji mulai berani mencolek-colek tubuhnya. Pipin tentu saja marah dilecehkan seperti itu.

“Pak, Haji…!”bentak Pipin menjauh dari jangkauan Haji Tua itu,”Jangan begitu, sekarang kan  lagi bulan puasa, tidak baik seperti itu….”kata Pipin.Entah bagaimana kalau Bu Haji sampai tahu, bisa ramai orang sekampung nanti menggunjingkan dirinya.

Pak Haji terkejut melihat tanggapan Pipin, tidak menyangka sekali Pipin akan semarah itu. Namun merasa dirinya adalah majikan Pipin, dirinya menjadi balik tersinggung,  merasa direndahkan. Haji  Abeng meninggalkan teras belakang lalu masuk kedalam rumah sambil bersungut-sungut.

Seperti hari-hari sebelumnya, pada pagi hari itu  Pipin sudah berangkat ke rumah Haji Abeng untuk bekerja. Siang harinya sesaat setelah makan siang,  dia dipanggil oleh Bu Haji.

“Pin, ada yang mau ibu sampaikan sedikit”kata Bu Haji

“Ya, Bu Haji”jawab Pipin.

“Sebentar lagi kan mau Lebaran, Kami sekeluarga mau berlebaran di rumah anak yang di kota”kata Bu Haji  lagi.

Mudah-mudahan Bu Haji mau memberikan THR hari ini, itu harapan Pipin. Uangnya nanti akan dibelikan baju buat  Rina, anaknya.

“Sekalian saja, besok kami sudah berangkat ke kota, kamu tidak usah datang kesini….”ucap Bu Haji pelan,”Begitupun setelah hari raya, kamu tidak usah datang lagi”

Pipin tersentak kaget bukan kepalang sedikit tidak percaya. Apa yang salah dengan dirinya sampai Bu Haji berkata seperti itu.

“Bu Haji apa salah saya? Belum lagi ini kan mau lebaran, saya sangat perlu pekerjaan ini…”Pipin memelas sambil setengah menangis.

“Tidak ada yang salah, kamu baik. Cuma kata Pak Haji, ada yang akan menggantikan kamu. Anak temannya Pak Haji”ucap Bu Haji menjelaskan.

Denga berat hati, mau tidak mau Pipin menerima keputusan sang majikan.

“Pin, kalau kamu mau di gudang ada baju-baju, bekas cucu kami. Mungkin cocok buat anak kamu”kata Bu Haji sambil menunjuk ke gudang”Kamu pilih saja, masih banyak yang bagus-bagus, kok”

Pipin menerima amplop upah yang  isinya tidak seberapa, bulan ini kan dia baru seminggu bekerja. Tak ada THR dari Bu Haji.

Sore itu Pipin pulang dengan langkah gontai, terasa kaki ini berat menahan beban tubuhnya. Beban dirasa semakin berat saja mengingat kejadian tadi. Berkecamuk dalam pikiran kenapa bisa seperti ini, apa Bu Haji tahu kelakuan suaminya atau mungkin keputusan ini diambil oleh  Haji Abeng sendiri yang marah padanya.

Sore itu Pipin pulang, tangan kanannya  menenteng kantong plastik dengan nama sebuah Mall terkenal. Isinya pakaian untuk sang anak tercinta. Dia sudah pilih yang paling baik. Biar nanti di cuci, disetrika dan kemudian di kasih pewangi. Mudah-mudahan saja Rina akan merasa senang memakainya di hari raya nanti.

Diujung jalan sana didepan rumahnya, kalau sore hari biasanya Rina suka menunggu bersama sang neneknya. Namun ada sesuatu yang lain didalam pandangannya. Rina sedang digendong oleh seorang yang sepertinya sangat dia kenal betul, seseorang yang sangat dirindukan selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun