[caption caption="Konservasi penyu oleh masyarakat Kepri (Foto: Pribadi)"][/caption]Luas provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang dari Selat Malaka (Singapura dan Malaysia) sampai ke Laut Cina Selatan (berbatasan dengan laut Vietnam dan laut Thailand) tidak hanya menyimpan minyak dan gas, tapi juga aneka ragam sumberdaya hayati laut, diantaranya penyu.
Penduduk lokal hanya mengenal dua jenis penyu, yaitu sisik dan penyu besar. Dari sebutan, sudah bisa ditebak kalau sisik ukuran tubuhnnya kecil,begitu juga dengan ukuran telur. Dari segi jumlah, sisik bisa bertelur sampai ratusan, sedangkan penyu bisa hanya 80-an butir saja.
[caption caption="Telur Sisik (Foto: Pribadi)"]
Sesungguhnya secara ilmiah, jumlah jenis penyu bukan dua, tetapi tujuh, yaitu (nama latin, nama Inggris):
Chelonia mydas, green sea turtle
Caretta caretta, loggerhead sea turtle
Lepidochelys kempii, Kemp's ridley sea turtle
Eretmochelys imbricata, hawksbill sea turtle
Natator depressus, flatback sea turtle
Lepidochelys olivacea, olive ridley sea turtle
Dermochelys coriacea, leatherback sea turtle
Dari tujuh spesies ini, 5 jenis (green, hawksbill, loggerhead, leatherback dan olive ridley) sangat terancam akan punah.
Salah satu indikator, yaitu sulitnya mengkonsumsi telur akhir akhir ini, langsung dihubungkan oleh masyarakat Kepri dengan populasi penyu di laut yang terancam punah.
Konsumsi telur oleh masyarakat Kepri bukanlah sebab utama turunnya populasi penyu, karena makan telur penyu adalah tradisi ratusan tahun yang hanya dilakukan pada perayaan tertentu.
Sebab utamanya adalah “illegal fishing” oleh nelayan asing yang lima tahun belakangan ini sangat merisaukan. Mereka menggunakan pukat yang bisa menangkap biota apa saja termasuk penyu. Selain pukat, mereka juga menggunakan bom.
Masyarakat telah mencoba usaha konservasi dengan dana swasembada. Tapi kalau illegal fishing tak segera dihentikan, maka bukan tak mungkin, penyu akan punah di Kepri.