Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Sudahlah, Pak George

19 April 2011   17:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 1507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1303243614142257750

[caption id="attachment_103513" align="aligncenter" width="680" caption="George Toisutta/Admin (Kompas/Kristianto Pornomo)"][/caption] 81 tahun usia PSSI, usia yang "seharusnya" matang untuk ukuran sebuah organisasi. Sejak diresmikan pada 19 April 1930 dengan Ir Soeratin Sosrosoegondo yang terpilih sebagai ketua umumnya. Introspeksi terhadap apa yang ada dalam tubuh PSSI, sewajarnya dilakukan oleh pihak yang bernaung dibawah PSSI. Kita juga harus berani menerima kenyataan dan berkaca dari negara lain demi kemajuan persepakbolaan di negeri kita ini. Sebagai contoh introspeksi adalah merenungkan kalimat tanya "prestasi apa saja CBF, FFF, AFA, FIGC, dll saat berusia 81 tahun ?". Hiruk-pikuk persepakbolaan di negeri kita pun semakin diperparah dengan "kisruh" para petinggi PSSI sendiri, bahkan sampai berakibat pemerintah dan FIFA membekukan kepengurusan yang ada karna dianggap tidak kompeten dan tidak kredibel. Apakah sekarang kita sudah dalam masa emas kemajuan PSSI ? (belum bung) FIFA yang telah menunjuk Komite Normalisasi (KN) untuk proses rekonsiliasi di tubuh PSSI hingga kini pun belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Silang pendapat pun kerap terjadi diantara 7 orang anggota KN yang merangkap Komite Pemilihan ini. Lantas bagaimana solusinya ? (dengan segala permasalahan yang ada) Kita juga harus memaklumi bahwa KN bukanlah dewa penyelamat yang dengan begitu mudahnya dapat membawa kemajuan. KN hanyalah langkah awal untuk memilih kepengurusan PSSI yang baru nanti. Tak adil rasanya bila kita juga menuntut KN ini juga menyelesaikan segala macam permasalahan yang ada di tubuh PSSI. Dengan waktu yang sangat terbatas, FIFA sebenarnya menugaskan dua tugas utama, yaitu segera menyelenggarakan kongres pemilihan dan merangkul atau menghentikan LPI. Alangkah bijaknya insan sepakbola tidak banyak membebani KN dengan hal-hal yang diluar konteks dua tugas utama tersebut, karena tugas-tugas yang lebih besar itu sepatutnya diberikan kepada kepengurusan PSSI hasil dari kongres nanti. Salah satu permasalahan yang mengemuka saat ini adalah adanya anggota PSSI yang mencalonkan George Toisutta, Arifin Panigoro, maupun Nirwan Bakrie sebagai ketum, wakil ketum, dan anggota exco PSSI. Padahal keputusan resmi FIFA yang dikirimkan kepada PSSI 2 April lalu menyatakan bahwa empat kandidat yang digugurkan (oleh Komite Banding sebelumnya) tidak diperkenankan untuk mencalonkan kembali sebagai anggota exco PSSI. Bahkan di media beberapa waktu lalu pak Goerge menyatakan bahwa dia akan maju terus pantang mundur (mencalonkan), dan sering menyanyikan penggalan lagu "Mari bung rebut kembali" (sebenarnya gak ada yang harus direbut pak) Bagaimana seharusnya KN menyikapi hal ini ? (yang mengundang pro-kontra ini) Hendaknya KN lebih memfokuskan kepada dua tugas utamanya. Tentang permasalahan anggota, peraturan-peraturan lebih lanjut, maupun permasalahan lain hendaknya insan sepakbola lebih mempercayakan kepada kepengurusan PSSI yang baru nanti. Pemerintah dalam hal ini KONI atau kemenegpora hendaknya juga lebih tegas mengenai peraturan-peraturan tentang keolahragaan nasional. Bagaimana peraturan rangkap jabatan juga harusnya diperjelas dan dipertegas dengan mengedepankan semangat sportifitas olahraga. Pejabat publik kelas nasional, menteri, anggota DPR, militer, hendaknya segera diatur dengan perundangan tentang rangkap jabatan. Hal ini semata demi masyarakat pecinta sepakbola juga. Bila di pengda maupun pengcab PSSI didominasi oleh pejabat daerah setempat, alangkah bijaksananya bila pengurus PSSI pusat tidak ada rangkap jabatan seperti contoh diatas. Seperti yang kita ketahui bahwa menteri, pejabat DPR, kepala militer itu semua tugasnya memikirkan seluruh Indonesia (yang masih dipertanyakan apakah dengan baik menjalankan peran tersebut), lantas bila dibebani lagi dengan tugas memikirkan se-Indonesia juga (PSSI) apakah kita bisa menjamin bahwa orang tersebut akan totalitas menjalankan PSSI sedangkan dilain hal mereka ini juga harus memikirkan "Indonesia" melalui jabatan lainnya. (ehh, Briptu Norman itu boleh rangkap jabatan selama dua tahun menjadi artis gitu nggak ya, masa cuma dua pekan aja sich, hahaa) Akhir kata, marilah kita sebagai insan pecinta sepakbola mengedepankan semangat rekonsiliasi dan menjunjung tinggi sportifitas, tak perlu kita selalu menggunakan emosi dan mementingkan diri sendiri atau golongannya. Buat keempat calon yang tidak diperbolehkan maju mencalonkan diri, hendaknya juga mau berbesar hati menerima keputusan ini, biarkanlah PSSI berjalan dengan sebagaimana mestinya dahulu. Bila di periode 2011-2015 telah berjalan dengan baik, dan peraturan yang mendukung pun memungkinkan untuk keempat orang ini untuk mencalonkan sebagai anggota exco periode 2015-2019, maka bolehlah kita calonkan bila memang mereka itu kompeten membidangi PSSI. Pada intinya marilah kita "membersihkan lantai yang kotor dengan sapu yang bersih". Jangan jadikan PSSI sebagai ajang kekuasaan, jadikan PSSI sebagai wadah untuk memajukan sepakbola Indonesia. BRAVO SEPAKBOLA INDONESIA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun