Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kemarin Klub Mengancam Tidak Akan Mengirimkan Pemain ke Timnas, Sekarang?

9 Desember 2011   17:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:37 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Membicarakan tentang sepakbola Indonesia, harus kita akui hal ini sangatlah 'panas'. Dalam bahasa hiperbola mungkin panasnya sepakbola Indonesia itu lebih panas daripada segelas kopi yang sekarang terhidang di meja warkop kang Piroen ini. Tak hanya di warkop, tak hanya di perbincangan makan siang saat jeda istirahat para pekerja kantoran, tapi di media online pun juga sangat rame, bahkan bisa dibilang lebih 'panas' lagi karena situasi yang tersaji langsung secara realtime.


Kemarin ketum PSSI, Djohar Arifin menyatakan bahwa pemain yang berlaga di luar kompetisi resmi dari suatu negara maka tidak diperbolehkan memperkuat timnas negaranya karena berbenturan dengan aturan dari FIFA. Siapa yang dirugikan? Yak benar, yang dirugikan adalah timnas itu sendiri dan pemain yang bersangkutan. Hal ini sebenarnya tak perlu terjadi bila tidak ada dualisme kompetisi di Indonesia, yakni IPL dan ISL. Bila ditanya kepada pemain, semua pastilah ingin dapat diberi kesempatan untuk membela timnas demi sebuah rasa nasionalisme. Bahkan beberapa pemain naturalisasi seperti Irfan Bachdim, Kim Kurniawan, Christian Gonzales, hingga yang terbaru seperti Diego Michiels, Vitor Igbonefo, dan Greg Nwokolo pun pastilah salah satu tujuannya mau dinaturalisasi menjadi WNI karena ingin membela timnas Garuda dibawah bendera Merah-Putih. Meski proses naturalisasi ini terkesan sebagai sebuah cara instant, tapi memang beginilah keadaan sepakbola kita.


Kembali lagi kepada pokok pembicaraan tentang dilarangnya pemain (dalam konteks aktual, adalah pemain ISL), tentu masih hangat di ingatan kita saat Sea Games November lalu. Djohar Arifin telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelatih, Rahmad Darmawan, untuk menentukan komposisi pemain yang akan digunakan dalam strateginya. Rahmad Darmawan pun dapat membangun sebuah tim berkarakter, tak memandang dari klub mana pemain itu berasal. Meski pada akhirnya Garuda Muda komando dari Rahmad Darmawan ini hanya mampu meraih medali perak karena kalah melalui adu penalti di laga final melawan Malaysia (5-4), tapi setidaknya ini menjadi trend positif perkembangan regenerasi timnas. Berlanjut ke Laga Bintang antara timnas selection melawan LA Galaxy, Rahmad Darmawan pun juga menentukan komposisi pemain perpaduan dari timnas senior dan U-23 juga tanpa memandang dari klub mana dia berasal.


Sampai disini ada masalah? Hampir tidak ada!


Justru setelah inilah permasalahan muncul dan berkembang, terutama jelang digulirkannya ISL. Beberapa klub dengan sombongnya berkelakar akan memboikot PSSI dengan cara tidak mengijinkan para pemainnya bila dipanggil untuk membela timnas Merah-Putih. Entah ini hanyalah sebuah gertak sambal atau sebuah sikap emosional, yang jelas dari sinilah kita bisa menilai klub mana yang benar-benar berniat memajukan sepakbola dan klub mana yang hanya memikirkan kepentingan klubnya saja. Klub-klub ini dengan jumawa mengancam tidak akan mengirimkan pemainnya untuk memperkuat timnas sebagai bentuk protes kepada PSSI. Proses ancam-mengancam ini kita pasti tau lah dipublikasikan di media mana saja, dari sini pula bahkan tidak dapat kita lihat di media-media yang mengkritisi sikap klub-klub yang mengancam boikot timnas ini.


Kini? Setelah Djohar Arifin menyatakan bahwa pemain yang bermain di luar liga resmi (berlaga di ISL) tidak dapat memperkuat timnas, sesuai dengan ketentuan FIFA, klub-klub yang dulunya mengancam ini kini "termakan dengan celotehannya sendiri". Ibarat kata, bagai menjilat ludah sendiri. Bagaimana tidak, bila kemarin klub-klub ini mengancam boikot menolak panggilan timnas, kini klub-klub itu pula yang sekarang teriak-teriak dengan lantang bahwa PSSI telah membunuh kesempatan bagi anak bangsa untuk dapat memperkuat timnas.


Mudah saja bagi klub-klub dengan segala kepentingan yang entah kentara entah terselubung, melemparkan sebuah ancaman yang menurutnya adalah suara kebenaran, maklum klub-klub ini mempunyai fasilitas media yang siap 24 jam untuk menyebarkan berita apapun yang sekiranya akan menguntungkan kubunya. Sedangkan PSSI tidak mempunyai media yang siap 24 jam untuk membekingnya, hanya pertemuan terjadwal dengan wartawanlah PSSI bisa menyampaikan statement resminya. Berbeda dengan kepengurusan yang lalu yang gemar berbicara di depan media (meski juga faktanya banyak dikutuk para penikmat berita), kepengurusan sekarang setidaknya menerapkan "Sedikit Bicara, Banyak Bekerja", karena tentu saja akan menghabiskan energi bila harus banyak 'mbacot' di media, lebih baik capek untuk bekerja.

Eniwe, betewe, beemwe, kalau kejadiannya seperti ini, siapa sich sebenarnya yang suka MAIN ANCAM ???

* * * * *

~~{[["P.S.K"]]}~~
Pengamat Sepakbola Koplaksiana

oleh : Bubup Prameshwara SH (Specialis Humor)
Peraih gelar Humoris Causa dari UGM (Universitas Genteng Merah)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun