[caption id="attachment_199355" align="aligncenter" width="656" caption="Nil Maizar dan saya | foto oleh @dedy_ambon"][/caption] Nil Maizar, adalah sosok yang banyak disorot oleh para penggemar sepakbola di Indonesia, terutama pecinta Timnas. Pria kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat, 2 Januari 1970 silam ini kini menjabat sebagai pelatih Timnas Senior (sepakbola) Indonesia. Nyaris tanpa prestasi mentereng, Nil Maizar ditunjuk menggantikan peran Aji Santoso yang pada saat itu mengisi pos pelatih Timnas Senior pasca kekosongan karna Wim Rijsbergen dialih-tugaskan menjadi direktur teknik. Aji Santoso sendiri sebelumnya adalah pelatih Timnas U-23, namun karena ‘mepetnya’ waktu untuk menjalani laga terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2014 menghadapi Bahrain, Aji Santoso ditunjuk untuk mendampingi tim.. Aji Santoso gagal di penampilan perdananya di Timnas Senior dengan rekor terburuk, kalah telak 10-0 atas Bahrain, plus mendapatkan kartu merah yang di kemudian hari ditambah dengan larangan tampil mendampingi tim. Aji Santoso pun memutuskan untuk kembali lagi fokus melatih Timnas U-23. Publik Sumatera Barat lebih dekat mengenal Nil Maizar ketika dirinya menjadi asisten pelatih Arcan Lurie menangani tim kebanggaan masyarakat Padang dan sumatera Barat pada umumnya, Semen Padang FC. Ketika ISL musim 2010/11, fans Semen Padang bisa tersenyum puas ketika Nil Maizar yang saat itu diangkat menjadi pelatih utama di Semen Padang, berhasil mengantarkan Semen Padang menduduki peringkat keempat di klasemen akhir ISL. Di musim selanjutnya, dimana kompetisi resmi yang dijalankan oleh PSSI adalah IPL, hingga pertengahan musim, Nil Maizar mampu membawa Semen Padang memuncaki klasemen sementara. Atas dasar inilah kemudian PSSI menunjuk Nil Maizar sebagai nahkoda bagi Timnas Senior. Sungguh sangat berat, berkaca pada kerasnya kondisi yang dihadapi oleh Wim Rijsbergen dan Aji Santoso. Lima laga yang dijalani Timnas bersama Wim dan satu laga bersama Aji, kesemuanya tak menghasilkan satu poin pun (sungguh menyedihkan, tapi terakhir Timnas lolos hingga Kualifikasi Piala Dunia babak III itu kapan ya?). Menerima tawaran untuk melatih Timnas Senior di saat kondisi minim dukungan, tentunya merupakan beban mental yang sangat berat. Ini terbukti pada Aji yang kemudian memutuskan untuk kembali fokus menangani Timnas U-23. Datangnya Nil Maizar tak sebanding dengan dukungan masyarakat Dengan adanya kisruh kepentingandari pihak di luar organisasi sepakbola, ternyata berimbas juga ke masyarakat kita. Fenomena ini tentu saja sangat aneh. Publik seakan terekspektasi dengan dengan pemberitaan berlebih-lebihan pada periode sebelumnya, sehingga ketika kini pada masa transisi banyak masyarakat yang mundur teratur untuk sekedar memberikan dukungannya kepada Timnas yang tengah bermain. Sugesti pada nama-nama besar para pemain yang biasanya menghuni Timnas, seakan menjadi doktrin kuat bagi mereka untuk pembenaran semata. Jangankan memberi dukungan moral bagi timnas, bahkan di beberapa jejaring sosial pun banyak masyarakat (oknum berkepentingan?) yang mengeluarkan sumpah serapahnya agar Timnas selalu kalah (what the h*ll this?). Senjata diangkat, strategi siap diterapkan, genderang perang siap ditabuh. Dan Musuh yang dihadapi oleh Nil Maizar beserta anak asuhnya bukan hanya tim lawan yang dihadapi, melainkan ribuan atau mungkin jutaan hujatan dan sumpah serapah yang dialamatkan untuk Timnas. Teror mental terus datang mengalir tanpa henti yang tentunya hanya akan menyenangkan pihak-pihak yang memang sengaja memancing di air keruh sambil di seberang sana terbahak-bahak dan mempersiapkan pemberitaan yang akan menguntungkan dalam bargaining position yang mereka inginkan. Semua masyarakat Indonesia hanya ingin #SatuTimnas ??? Coba diperjelas lagi fakta yang ada : Masyarakat mana yang menginginkan tidak ada dualisme dalam Timnas kita? Sebagai pendukung Timnas resmi yang diakui oleh PSSI-AFC-FIFA, mungkin iya masyarakat tersebut menginginkan satu Timnas. Tapi bagaimana dengan masyarakat yang sudah termakan dengan doktrin timnas harus diisi oleh nama-nama besar langganan? Faktanya adalah mereka mencibir Timnas, dan mendukung “tim kumpul-kumpul para pemain” di kubu KPSI. Pemain tidak salah? Nanti dulu. Pemain yang kini berada dalam bayang-bayang dualisme yang ada, bila tidak ingin memperkeruh keadaan dan menceburkan dirinya sebagai pelaku dualisme, tentu sangat salah bila kita sebut sebagai trouble maker. Sebagai contoh adalah Bambang Pamungkas. Meski dirinya menyadari bahwa dualisme yang ada menyebabkan tidak sinkronnyaanatara PSSI dan klubnya, namun dirinya tidak mau bergabung dengan “tim kumpul-kumpul pemain KPSI”. Karna secara gamblang dapat dipahami bahwa dengan masuk “tim kumpul-kumpul pemain KPSI” maka dirinyalah termasuk pelaku dualisme Timnas. Tapi bagaimana dengan Firman Utina dkk? Dengan bangganya ikut menceburkan diri sebagai pelaku dualisme dengan bergabung di Kota Batu, Malang, untuk mengikuti pelatihan “tim kumpul-kumpul pemain KPSI”. Bahkan seorang Ponaryo Astaman yang juga Presiden FIFpro Indonesia pun dengan kesombongannya mengatakan bahwa Timnas yang sebenarnya adalah “tim kumpul-kumpul pemain KPSI”. Bukan Timnas yang kini dilatih oleh Nil Maizar. Ini Surabaya, Bung! Jangan ragukan semangat kami membela panji Merah-Putih! Sabtu, 15 September 2012, bertempat di Gelora Bung Tomo, Surabaya, Timnas Indonesia menjalani laga persahabatan resmi agenda FIFA melawan Timnas Vietnam. Letak GBT yang berada di ujung barat Surabaya, berbatasan dengan Gresik, akses jalan yang tidak ada angkot umum dalam radius -+ 5km, jalur yang banyak digunakan untuk truk-truk besar/kontainer, akses jembatan dalam perbaikan, dan berbagai persoalan lain ternyata tak menghalangi ribuan orang untuk menunjukkan dukungannya kepada Merah-Putih melalui laga persahabatan ini. 8.611 tiket yang terjual di laga ini tentu terhitung sangat sedikit bila dibandingkan dengan saat kualifikasi Piala Asia di Riau beberapa waktu lalu. Tapi semangat menyala (huruf L Cuma satu, gk pake dobel) yang ditunjukkan oleh para suporter baik yang dewasa maupun anak-anak, pria maupun wanita, dari Surabaya maupun dari luar kota, di tengah berbagai rintangan dan persoalan yang dihadapi oleh persepakbolaan Indonesia, tak bisa dibohongi bahwa yang mereka lakukan adalah kebanggaan mendukung Timnas dan panji Merah-Putih apapun resiko yang dihadapinya. Perjalanan jauh, teriknya cuaca, sulitnya akses, minimnya dukungan masyarakat umum, tak menghalangi langkah mereka menyerukan dukungan kepada Timnas. [caption id="attachment_199356" align="aligncenter" width="566" caption="Pasukan Bonek Kecil yang hadir di GBT | foto oleh @bubup_prameshWR"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H