Bubup : "Buat menghindari konflik secara langsung, masih banyak tempat seperti Jakarta, Jogja, Bandung, dll, eeeh ente malah memilih tinggal di salah satu pihak? Ckckck"
* * * * *
Masih terbayang di ingatan kita tentang sosok Rahmad Darmawan yang mampu memberikan warna tersendiri di timnas U-23 pada ajang Sea Games, November lalu. Ketegasan dan kekeluargaan yang menjadi ciri khas gaya melatihnya, dapat diaplikasikan dengan baik oleh semua pihak, baik itu pemain maupun offisial tim. Ketegasan dan kekeluargaan yang berujung pada kebersamaan untuk bahu-membahu memberikan yang terbaik demi bangsa ini. Atmosfer seperti ini pula yang tercipta saat dirinya sempat menangani Persipura Jayapura dan Sriwijaya FC. Praktis, sangat jarang (atau hampir gk ada) yang meragukan kredibilitasnya sebagai arsitek sebuah tim. Meski pada akhirnya timnas hanya meraih medali perak di Sea Games setelah kalah adu penalti di final lawan Malaysia, banyak orang di negeri ini memberi apresiasi setinggi-tingginya atas dedikasinya membangun timnas U-23 dalam waktu yang sangat mepet.
Namun pasca Sea Games, RD menyatakan mundur dari jabatannya sebagai pelatih kepala timnas, dengan alasan tak mampu memenuhi target merebut medali emas (yaah, yang namanya media pasti ingin berita heboh dong, masa cuma gitu doang). Akhirnya RD memberi pernyataan juga, "Sulit untuk seorang pelatih untuk membentuk sebuah tim sesuai kemampuannya jika ada batasan-batasan. Bagaimanapun, pelatih harus mendapatkan wewenang penuh, kewenangan yang mutlak, untuk memilih pemain," kata RD, merujuk pada surat FIFA yang melarang penggunaan pemain timnas dari liga yang tidak resmi dibawah FIFA, tentu saja ini terkait dengan dualisme kompetisi yang ada di tanah air. (kompas.com)
Tampil di beberapa acara televisi, RD mengatakan ingin istirahat sejenak dan tidak mau ikut berpolemik atas dualisme ini. Meski langkah ini sangat disayangkan oleh banyak pihak, mengingat kontraknya menangani timnas masih hingga 2013, toh pada akhirnya mau tak mau semua pihak menghargai keputusannya yang tak mau terlibat dalam konflik dualisme.
Namun keadaan kini seperti berbalik 180 derajat, RD kini "banting stir" dengan menerima tawaran untuk melatih klub Pelita Jaya, klub yang berlaga di turnamen yang tidak diakui oleh PSSI/AFC/FIFA. Dessss, gubrak (asbak gue gk sengaja kesenggol jatoh). Keputusan RD ini sontak secara langsung beliau sudah memasuki pusaran konflik dualisme. Karena melatih sebuah klub, baik klub dari IPL (resmi afiliasi FIFA) maupun klub ISL (resmi versi VIVA), maka secara langsung akan terlibat dalam kecenderungan untuk membela kubunya, terutama dalam hal sikap.
Dari kisah humor di awal tulisan ini, apa pesan moralnya bro? Ya terserah ente ente buat menyikapinya secara pribadi sich, cuma kalo dari investigasi PSK, didapat kesimpulan bahwa "bila kita memutuskan untuk tidak ikut memperkeruh konflik, alangkah baiknya bila kita tidak berpayung kepada salah satu pihak yang sedang berkonflik". Masih banyak tempat untuk "ngadem" sambil memantau keadaan mereda, bukankah RD mengatakan suatu saat ingin kembali ke timnas? Kembali lagi kepada pilihan, meskipun pilihan sangat bertentangan dengan apa yang pernah diucapkan, namun itulah jalan pilihan RD. Terimakasih RD atas dedikasimu di Sea Games.
"Udah mas Bup, ente gk usah mewek"
(bukan mewek, tapi mau nonton el clasico tapi ngantuk)
* * * * * * * * * * *
~~{[["P.S.K"]]}~~
Pengamat Sepakbola Koplaksiana
"Terkoplak Mengabarkan"
oleh : Bubup Prameshwara, SH (Specialis Humor)
Peraih gelar Humoris Causa dari UGM (Universitas Genteng Merah)