Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Dipo Alam dan Deponering

26 Februari 2011   12:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:15 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Boikot dua televisi dan satu media cetak"

Begitulah yg sering kita dengar dalam tag line berita baik di berbagai media cetak maupun media elektronik. Menurut pernyataan Dipo Alam, ketiga media yg disebutkan tersebut digambarkan menebar kebencian dengan berita yg tidak berimbang. Kalau seandainya dia mengeluarkan pernyataan itu sebagai diri pribadi mungkin masalah yg berkembang tidak sampai menimbulkan polemik seperti sekarang ini. Tapi pernyataannya dikeluarkan sebagai sekkab hingga menyerukan kepada wacana untuk "memboikot" ketiga media tersebut.

Itu Dipo Alam, lantas apa hubungannya dengan deponering ? Bukankah di Indonesia yg "hot" tentang deponering adalah kasus Bibit-Chandra.

Penggunaan kata "deponering" mungkin salah di artikan oleh masyarakat kita ini. Bagi sebagian besar masyarakat kita ini (mungkin termasuk presiden kita juga) deponering adalah penghentian atau penyampingan perkara. Tetapi disini coba kita tilik dulu kata deponering dari bahasa asalnya di negeri Belanda sana.

Deponering berasal dari kata deponeren yg definisinya adalah menyerahkan, melaporkan, atau mendaftarkan. Kata deponeren ini biasa digunakan dalam hukum dagang, administratif, dan perpajakan. Proses penyerahan, pelaporan, dan pendaftarannya disebut deponering. Sedangkan menghentikan atau menyampingkan perkara lebih tepatnya adalah seponeren.
[dikutip dari tulisan Eddi Santosa (23/11/2009) koresponden detikcom di Belanda, dan tulisan tersebut adalah opini pribadi penulis]

Masih jelas dalam ingatan kita bahwa Dipo Alam menyebut "gagak hitam" kepada gerakan pendeklarasian tokoh lintas agama yg menyebutkan 9 kebohongan lama pemerintah dan 9 kebohongan baru pemerintah. Ada satu lagi yg masih jelas di ingatan kita tentang pernyataan Dipo Alam yg mengatakan "wabah mata kalong" terhadap pihak yg menilai pemerintahan sekarang adalah pemerintah yg gagal.

Dalam konteks tulisan ini, bila Dipo Alam menilai ketiga media itu tidak independen, tidak berimbang, menyebarkan kebohongan dan kebencian, kenapa tidak melakukan "deponering" ?

Deponering dalam konteks, penyerahan bukti-bukti tentang ketiga media tersebut, pelaporan terhadap pihak-pihak terkait, pendaftaran ke proses hukum.

Begitulah opini sederhana dari kami, semoga pak Dipo dapat bertindak bijaksana sehingga tidak mengulangi lagi kejadian "gagak hitam", "wabah mata kalong", dengan hal-hal yg lebih "heboh" lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun