Ayrton Senna da Silva, begitulah nama pembalap F1 kelahiran Sao Paulo, Brazil pada 21 Maret 1960. Kariernya di dunia F1 terbilang mengejutkan, karena dalam usia yang tergolong masih sangat produktif (34 tahun) Senna telah meninggalkan hingar-bingar raungan suara mesin jet darat di lintasan balap F1 ini untuk selamanya karena meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan di lintasan yang merenggut nyawanya.
Bakat membalap Senna sudah bisa dilihat dari umur 4 tahun saat ayahnya, Milton da Silva memberinya mobil gokart. Dalam usia 14 tahun saat itu Senna sudah menjadi juara nasional gokart dan menanjak karirnya ke balap internasional 1.000cc pada 1977. Tahun 1983 Senna mendapat kesempatan test riding mobil tim Williams di sirkuit Donnington Park untuk 40 lap dengan hasil sungguh menakjubkan, Senna mampu mengalahkan catatan waktu Keke Rosberg, pembalap utama Williams yang juga merupakan juara dunia.
Mengawali karirnya sebagai pembalap resmi F1 pada 1987 setelah bergabung dengan tim Toleman. Pada balapan perdana di kampung halaman GP Brazil, Senna mengawali start dari posisi 16 dan tidak mampu finish. Prestasi terbaik di musim 1984 adalah saat dirinya menjadi runner-up seri ke-6 GP Monaco, mengawali start dari posisi 13, Senna mampu finish posisi 2 ditengah guyuran hujan.
Dari kontrak 3 tahunnya dengan tim Toleman, Senna memutuskan hengkang ke tim Lotus setelah hanya menyelesaikan setahun bersama Toleman. Di seri perdana GP Brazil, lagi-lagi Senna belum mampu menunjukkan yang terbaik di depan publiknya sendiri meski mengawali start dari posisi 4, Senna tak mampu finish. Kemenangan perdana Senna adalah saat seri ke-2 di GP Portugal, mengawali lomba dengan pole position pertamanya sekaligus memenangi seri untuk pertama kalinya.
Tiga tahun bersama Lotus, Senna pun hijrah ke tim McLaren pada 1988. Di musim pertamanya bersama McLaren, Senna mampu merajai musim ini dan menjadi juara dunia untuk pertama kalinya. Selama 6 tahun membela McLaren, Senna mampu menjadi juara dunia kembali pada musim 1990 dan 1991.
Pada 1994 Senna memilih pindah ke tim Williams dan karena kepindahannya ini, Alain Prost (tim Williams) yang notabene adalah pembalap musuh bebuyutannya saat masih di McLaren, memutuskan untuk pensiun karena tak mau satu tim dengan Senna yang gaya balapnya dinilai terlalu berbahaya bagi nyawanya maupun orang lain.
Musim 1994 adalah musim terakhirnya sebelum kecelakaan naas itu terjadi. 2 seri awal yaitu GP Brazil dan GP Pasific, Senna tak mampu finish meski mengawali lomba dengan pole positions.
Maka kejadian naas itu terjadi pada seri ke-3 GP San Marino 1 Mei 1994, mengawali lomba dengan pole position (lagi), Senna tak mampu menaklukkan tikungan Tamburello di lap ke-7 dari 61 lap jalannya lomba. Mobil Senna tak terkendali untuk membelok ke kiri, hingga mobilnya melesat ke pasir pengaman (sand track) dan menabrak dinding beton.
Sehari sebelum Senna tewas, dalam kualifikasi, pembalap Austria Roland Ratzenberger gagal menembus tikungan "Villeneuve" (diambil dari nama pembalap Kanada, Gilles Villeneuve yang tewas pada 1982 di tikungan tersebut) mobil Ratzenberger menabrak dinding yang menyebabkan dia kehilangan nyawanya.
Saat balapan, ketika bendera start dikibas, pembalap Brasil Ruben Barrichello menghajar pantat mobil Benetton milik J.J. Lehto dari Finlandia yang tiba-tiba ngadat. Barrichello patah hidung, seorang mekanik tim Ferrari juga cedera berat setelah diseruduk pembalap Italia saat memasuki pit-stop.
Tanda-tanda kepergian Senna mungkin dirasakan oleh beberapa orang. Senna sempat melayat ke tikungan Villeneuve untuk mengenang Ratzenberger. Sementara Michael Schumacher, pembalap Jerman yang mengendarai Benetton Ford mengungkapkan bahwa kelakuan Senna sangat lain dari biasanya saat balapan.