Mohon tunggu...
MEMBARA
MEMBARA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa pegiat Literasi untuk melestarikan cerita rakyat dan budaya di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Legenda Batu Menangis

23 September 2024   19:33 Diperbarui: 23 September 2024   20:13 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dahulu kala, di sebuah desa di Kalimantan, hiduplah seorang janda miskin dengan putrinya yang sangat cantik. Meski parasnya menawan, sang putri memiliki sifat yang buruk. Ia sangat manja, malas, dan sering kali merasa malu dengan keadaan ibunya yang miskin.

Suatu hari, sang putri meminta ibunya untuk mengantarnya ke pasar. Dalam perjalanan, gadis itu berpakaian sangat indah sementara ibunya mengenakan pakaian sederhana. Saat berjalan melewati desa, orang-orang menatap mereka berdua. Sang putri merasa sangat malu berjalan di samping ibunya yang tampak lusuh. Ketika ada orang yang bertanya siapa wanita yang bersamanya, sang putri dengan angkuh menjawab, "Dia adalah pelayanku."

Mendengar jawaban itu, sang ibu sangat sedih, namun ia tetap diam. Namun, semakin jauh mereka berjalan, semakin sering sang putri mengulangi perkataannya, hingga akhirnya sang ibu tak bisa lagi menahan kesedihannya. Ia berdoa kepada Tuhan agar putrinya diberi pelajaran atas sikap sombong dan tidak tahu balas budinya.

Tiba-tiba, langit menjadi mendung dan badai besar datang. Perlahan-lahan, tubuh sang putri mulai berubah menjadi batu. Sang putri pun menangis dan memohon ampun kepada ibunya, namun semuanya sudah terlambat. Tubuhnya semakin kaku dan akhirnya seluruh tubuhnya berubah menjadi batu.

Konon, batu itu dikenal sebagai Batu Menangis, dan hingga kini orang-orang masih bisa mendengar suara tangisan dari batu tersebut sebagai pengingat agar kita selalu menghormati orang tua dan bersikap rendah hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun