Program makan siang bergizi gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang perdana dilaksanakan pada Senin (6/1/2025). Dikutip dari CNBC Indonesia, dalam program Sqwak Box CNBC Indonesia (26/8/2024), Amich Alhumami, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mengungkapkan tujuan utama program Makan siang Bergizi Gratis (MBG), yakni student learning outcomes atau hasil belajar siswa dan capaian akademik. Beliau merujuk pada data United Nations Children's Fund (UNICEF) yang menyatakan 60 juta anak di negara berpendapatan rendah pergi ke sekolah dalam kondisi perut kosong. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan pemenuhan kebutuhan gizi sejak dini melalui program makan siang bergizi gratis merupakan tujuan utama dari program ini.Â
Menurut Kementerian Kesehatan, kebutuhan gizi harian anak sekolah mencakup sekitar 700-800 kalori untuk makan siang, dengan kandungan protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang seimbang. Idealnya, makan siang yang bergizi terdiri dari sumber karbohidrat (nasi, ubi, atau jagung), protein (tahu, tempe, ikan, atau telur), sayuran, dan buah. Memastikan komposisi makanan tersebut dalam setiap porsi makan siang menjadi tantangan utama, terutama dengan anggaran yang terbatas sebesar Rp10.000.
Di wilayah Jawa, harga bahan pangan cenderung lebih stabil dan akses ke pasar lebih mudah. Melihat dari survei harga bahan pokok per tanggal (1/1/2025), dengan harga beras medium Rp12.228/kg, protein telur ayam ras Rp28.755/kg, sayur kol Rp7.827/kg, untuk menyediakan nasi, lauk protein seperti telur, sayuran, dan buah, biaya bahan baku bisa berkisar antara Rp7.000 hingga Rp8.000 per porsi. Namun, ketika memperhitungkan biaya tenaga kerja dan distribusi, total biaya bisa meningkat menjadi sekitar Rp9.000 hingga Rp10.000 per porsi.
Dengan anggaran Rp10.000, program ini cukup realistis di wilayah Jawa, tetapi dengan catatan bahwa pemilihan bahan pangan harus dilakukan secara cermat. Pemerintah dapat bekerja sama dengan pasar lokal atau petani untuk mendapatkan harga bahan yang lebih murah, dan pengadaan bahan baku bisa dilakukan secara kolektif untuk menekan biaya.
Di luar Jawa, seperti di wilayah Indonesia Timur, harga bahan pokok cenderung lebih mahal karena faktor distribusi yang lebih sulit. Dikutip dari data.ntbprov.go.id harga telur ras mencapai Rp31.650/kg di wilayah NTB, lebih tinggi dibandingkan di Jawa. Selain itu, akses ke protein murah seperti tempe atau tahu lebih terbatas, karena melonjaknya harga kedelai impor sebesar 3,57% menurut Pusat Data Kontan (17/10/2024). Biaya distribusi juga menjadi tantangan besar karena infrastruktur yang kurang memadai.
Dalam kondisi ini, anggaran Rp10.000 untuk makan siang bergizi menjadi kurang realistis di luar Jawa. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari solusi tambahan untuk mengatasi perbedaan harga dan tantangan logistik.
Untuk menjaga keberlanjutan program, pemerintah dapat menjalin kemitraan dengan petani lokal untuk mendapatkan bahan baku dengan harga yang lebih murah, terutama di daerah-daerah terpencil. Di Jawa, ini bisa lebih mudah dilakukan karena akses ke lahan pertanian lebih dekat. Di luar Jawa, pemerintah bisa memberikan subsidi kepada petani atau menyediakan program bantuan alat pertanian agar produksi lokal meningkat dan harga bahan baku lebih terjangkau. Selain itu, dapat dilakukan diversifikasi pangan. Penggunaan bahan pangan lokal, seperti ubi, jagung, atau singkong, bisa menjadi alternatif yang lebih murah dan mudah diakses di luar Jawa. Diversifikasi ini tidak hanya menekan biaya tetapi juga mendukung ketahanan pangan lokal. Bahan-bahan ini bisa menggantikan nasi sebagai sumber karbohidrat tanpa mengurangi kualitas gizi.Â
Pengawasan distribusi juga merupakan hal penting. Teknologi digital dapat membantu memantau distribusi dan efisiensi penggunaan dana. Dengan sistem pelacakan berbasis aplikasi, distribusi bahan pangan bisa lebih teratur, terutama di luar Jawa yang menghadapi tantangan geografis. Selain itu, pengawasan ketat terhadap penggunaan dana dapat mencegah penyelewengan anggaran dan memastikan bahwa setiap porsi makan siang benar-benar bergizi dan terjangkau.
Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang juga menjadi bagian penting dari keberhasilan program ini. Tenaga kerja yang terlibat dalam program makan siang ini perlu untuk memahami standar gizi dan mampu menyusun menu yang sehat dan terjangkau. Masyarakat juga harus diedukasi agar memahami pentingnya makanan sehat untuk pertumbuhan anak.
Anggaran Rp10.000 untuk program makan siang bergizi gratis di wilayah Jawa cukup realistis, terutama jika ada kerja sama dengan petani lokal dan pengelolaan distribusi yang efisien. Namun, di luar Jawa, tantangan harga bahan pangan dan distribusi membuat anggaran ini perlu dievaluasi. Solusi berupa subsidi logistik, penggunaan bahan pangan lokal, dan kemitraan dengan swasta dapat membantu memastikan program ini berjalan baik di seluruh Indonesia.
Pemerintah perlu memastikan adanya pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran dan melibatkan komunitas lokal untuk mencapai efisiensi yang lebih baik. Dengan pendekatan yang holistik dan kerja sama yang kuat, program makan siang bergizi gratis ini berpotensi meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia dan membantu mengurangi stunting di masa depan.