Mohon tunggu...
buaya dayat
buaya dayat Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas (Iklan, skenario, dll.)

Penulis lepas yang menulis apa saja sesuai kata hati dan bisa berkompromi menulis apa pun sesuai permintaan klien.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Squid Game 2: Demokrasi Bikin Mati?

16 Januari 2025   10:25 Diperbarui: 16 Januari 2025   10:25 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Korea (Selatan) memang rajanya drama. Squid Game, series seru yang sepertinya sudah aman dan nyaman kelar di season 1, dilanjutkan ke season 2.

Mitosnya, sekuel selalu lebih buruk dari yang pertama, maka buat saya Squid Game 2 berhasil mematahkan mitos tersebut. Kengeriannya masih sama, dengan surplus drama di tiap episode, plus bonus dari setiap tontonan bagus: bikin mikir!

Ujung season 1 memang menggantung, dengan Seong Gi-hun, pemenang game maut tersebut, tidak menikmati hadiah puluhan miliar yang didapatkannya. Hadiah tersebut malah membuatnya merasa bersalah atas kematian peserta lainnya. Ia berniat balik lagi ke game jahanam itu dengan tujuan menghentikan kegilaan ini. Dengan sumber daya (baca: uang) yang kini dimiliki, ia bertekad mencari tahu keberadaan mastermind permainan ini.

Kisah ini berkelindan dengan Polisi yang menyusup dan terluka di season 1, mencari Abangnya di permainan tersebut. Ia bertahun-tahun menyusuri laut tempat dia dibuang, mencari letak permainan itu diadakan.

Tujuh episodenya tak ada yang bertele-tele, sat set dalam memburu dan mencari tahu soal permainan ini. Hingga Seong Gi-hun terjebak lagi di permainan yang sama, dengan dilema moral yang sama dan drama yang lebih pelik lagi.

Bayangkan saja rumitnya beban moral para pesertanya: ada ibu dan anak, lelaki dan pacarnya yang hamil (tak mau menuruti usulan aborsi si lelaki), ada yang percaya klenik, ada rapper yang pecandu, ada transpuan, ada penipu kripto, ada korban penipuan kripto; semuanya menambah bobot drama dan dilema. Ditambah lagi ada penyusup, serigala di tengah para domba yang lemah.

Dalam konsep tontonan, ini seperti film The Hunger Games dengan kisah yang lebih kaya dan kekinian. Seperti film Battle Royale dengan mekanisme yang lebih logis dan dramatis. Yang menarik, film ini menggunakan kontras Kekejaman Vs Kepolosan dalam bentuk permainan kanak-kanak untuk menentukan hidup mati. Seru sekali!

Seperti film pertamanya, saya melihatnya sebagai kritik keras pada sistem demokrasi, terutama "one man one vote". Di sini bisa dilihat betapa sistem pemungutan suara bisa amat meresahkan, karakter jahat dan baik, bodoh dan pintar, bijak dan licik; semua dihitung sama. Maka "Vox Populi Vox Dei" (Suara Rakyat adalah suara Tuhan), di series ini bisa berubah jadi "suara setan", memberi kekejaman napas yang lebih panjang.

Film ini bermain di pertanyaan dilematis: "Jika terjebak di situasi terdesak, seberapa jauh kamu menanggalkan dan meninggalkan kemanusiaanmu demi kepentingan pribadi?" Episode 6 adalah yang terbaik dalam menggambarkan hal ini.

Lagi, film ini diakhiri menggantung. Menurut berita, film ini ditutup di Season 3, yang akan tayang pertengahan tahun 2025. Patut ditunggu, apakah kelihaian pembuatnya dalam bermain dengan sisi tergelap manusia bisa menemukan sajian penutup yang memuaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun