Belakangan ini, demi mengurangi emisi karbon dan mengurangi laju pemanasan global, beberapa produsen otomotif semakin giat dalam memproduksi mobil listrik (selanjutnya akan disingkat menjadi EV, electric vehicle).
Jika berbicara tentang mengurangi emisi karbon dan penggunaan bahan bakar fosil, kita tidak boleh hanya melihat keunggulan EV sebagai end product dari sisi penggunaan di tangan konsumen saja.Â
Tapi harus juga melihat dari jumlah emisi karbon dan konsumsi bahan bakar yang dihasilkan dari proses penambangan dan produksi EV, terutama komponen utamanya yaitu baterai.Â
Proses penambangan material dan produksi baterai akan memerlukan energi yang tidak sedikit dan sumber energi untuk itu semua salah satunya (utamanya?) adalah bahan bakar fosil entah produk minyak bumi atau batu bara. Terkesan ironis kalau produknya diniatkan untuk tidak membebani bumi tapi proses produksinya malah membebani.
Berdasarkan jenis bahan bakar, data dari IEA (https://www.iea.org/data-and-statistics?country=WORLD&fuel=Energy%20supply&indicator=ElecGenByFuel) dan EIA (sumber) menunjukkan bahwa hingga tahun 2018 sumber bahan bakar untuk produksi listrik di dunia masih didominasi oleh bahan bakar fosil
Dengan asumsi bahwa biaya produksi baterai harus ditekan serendah mungkin, maka proses produksi akan dilangsungkan di negara dengan upah buruh yang rendah dan atau di negara berkembang.Â
Besar kemungkinan bahwa salah satu negara yang akan menjadi produsen baterai adalah China. Dan berdasarkan data dari IEA hingga tahun 2018 (sumber), bahan bakar untuk produksi listrik masih didominasi oleh bahan bakar fosil.
Di samping China, salah satu negara yang diproyeksikan untuk dijadikan produsen baterai adalah Indonesia (sumber), dan Indonesia juga masih mengandalkan bahan bakar fosil sebagai bahan bakar utama produksi listrik (sumber).
Selain soal produksi, hal yang harus juga diperhatikan adalah soal limbah baterai. Seperti halnya barang elektronik lainnya, baterai pada EV akan juga memiliki masa pakai. Baterai yang sudah habis masa pakainya tentu akan harus dibuang.Â
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sampah baterai tersebut akan dikumpulkan dan akan bagaimana pengolahannya. Baterai adalah salah satu limbah yang berbahaya dan sampah yang jika tidak ditangani dan diolah dengan benar akan bisa mencemari lingkungan termasuk air tanah.
Secara penggunaan, EV memang akan menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional. Namun di awal siklus produksinya, EV tetap memiliki carbon footprint yang sama tingginya, atau mungkin lebih tinggi, dari produksi kendaraan konvensional.Â