Mohon tunggu...
Bambang Trihatmojo Respati
Bambang Trihatmojo Respati Mohon Tunggu... Buruh - -

Seorang awam yang gemar mengomentari tentang banyak hal tanpa berbasis data dan teori.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Skala Prioritas dan Kompas Moral Penyelenggara Negara di Tengah Bencana

6 April 2020   18:03 Diperbarui: 6 April 2020   18:16 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apapun yang terjadi, negara harus tetap berdiri dan segala hal politik yang menyangkut penyelenggaraan sebuah negara haruslah tetap dilakukan. Tapi, apakah penyelenggaraan sebuah negara haruslah dilakukan tanpa hati dan etika? Apalagi ketika menyangkut soal kemanusiaan yang mendesak seperti saat sekarang. Seperti apakah skala prioritas yang dibuat oleh para penyelenggara negara? Sehatkah kompas moral para penyelenggara negara?

Di saat bencana wabah seperti sekarang, yang menurut saya seharusnya jadi prioritas negara dan para penyelenggara negara adalah mengusahakan rasa aman dan rasa kepastian kepada masyarakat.

1. Jaminan sirkulasi informasi yang valid dan akurat terkait penyebaran dan penanganan wabah.

Ketidakjelasan jumlah aktual warga yang terinfeksi Covid-19 akan berdampak pada moral, persepsi, dan tindakan masyarakat.

Jumlah yang terlalu rendah akan bisa melahirkan "false sense of security" . Rendahnya angka jumlah orang terinfeksi akan bisa diartikan bahwa wabah ini tidaklah sebegitu menularnya dan tidaklah sebegitu mematikannya. Tidak banyak warga yang (mau) tahu bahwa angka yang rendah itu bisa diakibatkan oleh rendahnya jumlah sampel.

Dari 260 juta orang, statistik covid-19 di indonesia per tanggal 6 april 2020 pukul 9 waktu Oman (GMT +4) adalah sebagai berikut:

Jumlah kasus: 2273
Jumlah sembuh:164
Jumlah kematian: 198
(Data diambil dari sini)

Yang menarik adalah angka tes hanya berkisar di angka sembilan ribuan (9000) untuk seluruh indonesia menurut worldometer dan tidak adanya rilis angka jumlah tes yang sudah dilakukan di laman resmi Indonesia. Angka yang sangat rendah bahkan jika lingkup sampelnya hanya untuk daerah jakarta yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/03/20/jumlah-penduduk-dki-jakarta-berdasarkan-usia) dan jadi episentrum penyebaran corona.

Sampai saat ini, angka penderita positif covid-19 di jakarta berkisar di angka 1200 (https://corona.jakarta.go.id/id/peta) Angka yang juga relatif rendah dan relatif tdak masuk akal  jika melihat kenaikan angka pemakaman yang signifikan dari 2000an di bulan februari 2020 menjadi 4000an di bulan maret 2020 (https://www.google.com/amp/s/katadata.co.id/amp/berita/2020/04/05/corona-mewabah-pemakaman-maret-2020-di-jakarta-melonjak-78) dan tingkat kepadatan dan tingkat interaksi sosial penduduk di jakarta.

Berdasarkan sifat dan laju penularan virus corona, tipe dan tingkat interaksi sosial penduduk di indonesia, dan kengeyelan soal social distancing dan atau self isolation, menurut saya, angka orang terinfeksi covid-19 harusnya ada di kisaran ratusan ribu.

2. Jaminan ketersediaan fasilitas dan tenaga medis.

Berangkat dari poin nomor 1, negara wajib, semampu mungkin, untuk memberikan jaminan akan tersedianya fasilitas dan tenaga medis untuk menangani penyebaran virus ini.

Penjaminan ketersediaan fasilitas medis bisa dilakukan dengan cara memprioritaskan ruang rawat di rumah sakit untuk pasien terduga dan terjangkit covid-19 dan pendirian fasilitas medis darurat dengan cara mendirikan fasilitas medis baru atau mengalihfungsikan bangunan yang layak menjadi fasilitas medis. 

Dan penjaminan ketersediaan tenaga medis bisa dilakukan dengan cara memprioritaskan tenaga medis di rumah sakit untuk menangani pasien terduga dan terjangkit covid-19 dan memberikan alat proteksi diri yang memadai kepada tenaga-tenaga medis tersebut sehingga laju infeksi dan kematian tenaga medis bisa ditekan.

Hal lain yang terkait dengan fasilitas dan tenaga medis adalah peningkatan jumlah pengetesan orang-orang atau pengambilan sampel. Di fase kaget, pemberlakuan pengetesan hanya kepada orang yang memiliki gejala terinfeksi adalah masih bisa dimaklumi. Tapi fase kaget ini tidak boleh berlangsung lama. Negara harus bertindak proaktif dengan mengadakan tes acak yang bersifat memaksa. 

Terutama di daerah berpenduduk padat yang salah satu penduduknya ada yang berstatus PDP. Jumlah sampel yang lebih banyak dan berakurasi lebih tinggi akan bisa dijadikan landasan dalam pengalokasian sumber daya medis dan penentuan kebijakan.

Angka yang akurat juga akan berdampak secara psikologis pada masayarakat. Akan ada peningkatan kepercayaan terhadap negara dan juga akan memberikan efek takut atau waspada sehingga kengeyelan dalam social distancing dan self isolation akan berubah.


Politik di saat bencana

Pembahasan soal omnibus law dan PP No 99/2012 adalah beberapa contoh kegiatan politik, yang meskipun dianggap penting dan mendesak oleh penyelenggara negara, yang bisa ditunda pembahasannya. Minimal hingga bencana wabah ini berakhir dan situasi sudah kembali kondusif. Kondusif dalam arti fokus masyarakat bisa dicurahkan ke dalam diskusi soal dua hal tersebut tanpa harus terbagi ke penyebaran virus. Bahkan kedua hal tersebut harusnya sudah dihentikan dan dibatalkan saja mengingat isinya yang sangat tidak berpihak ke masyarakat.

Sungguhlah licik dan hina jika penyelenggara negara masih saja berjuang meloloskan kedua hal tersebut di kala fokus masyarakat tidak bisa lebih ditujukan kepada dua hal tersebut dan kesempatan aksi massa untuk menentang pengukuhan kedua hal tersebut semakin terbatas karena alasan kesehatan dan adanya pembenaran dari negara untuk melarang mengumpul dalam jumlah besar untuk sementara waktu.

Meskipun politik adalah sebuah permainan yang seringnya (harus) dilakukan dengan cara yang kotor, saya harap para penyelenggara mau -untuk sementara waktu- mengindahkan nuraninya. 

Dalam kasus ini, status sosial dan ekonomi seseorang tidak akan bisa menjamin kekebalan seseorang. Setiap orang, bahkan para penyelenggara negara, bisa terinfeksi dan mati. Dan ketika fasilitas dan tenaga medis sudah kewalahan dalam menangani ledakan jumlah pasien terinfeksi, setiap orang akan punya kesempatan yang relatif sama dalam memperoleh tindakan medis dan bertahan hidup. Sama-sama rendah.

Catatan

Sebagai warga, kita harus berperan aktif dalam menekan penyebaran dan efek negatif dari virus ini. Cara-cara tersebut antara lain.

1. Menjaga jarak.
Dengan menjarakkan diri dari orang lain atau dengan tidak berkumpul, kemungkinan kita terinfeksi atau menginfeksi orang lain akanlah minimal. Tahan diri dari berkumpul dengan orang lain dalam jarak yang dekat. Seseorang, kita atau orang lain, bisa saja sudah jadi carrier tanpa ada gejala sama sekali dan berkumpul dalam jarak dekat akan meningkatkan kemungkinan tertulari atau menulari.

2. Membatasi pergerakan.
Tahanlah diri untuk tidak pulang kampung. Terutama jika dari atau ke daerah yang terinfeksi. Seseorang, kita atau orang lain, bisa saja sudah jadi carrier tanpa ada gejala sama sekali dan berkumpul dalam jarak dekat akan meningkatkan kemungkinan tertulari atau menulari. Berdasarkan data dari sini , orang berumur lanjut mempunyai laju kematian yang tinggi setelah terinfeksi. 

Akan selalu ada kemungkinan kita terinfeksi dalam perjalanan menuju kampung dan lalu menginfeksi keluarga di kampung. Atau kita menginfeksi orang lain selama dalam perjalanan dan orang yang kita tulari tadi menginfeksi keluarga mereka di kampung. Cara menyelamatkan orang-orang di sekitar kita adalah dengan cara menyelematkan diri kita sendiri.

3. Menahan diri dari menyebabkan kepanikan dan atau kesalahpahaman.
Di masa bencana seperti sekarang, akan ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang bisa mengakibatkan kepanikan dan kesalahpahaman. Contoh hal-hal yang bisa menyebabkan kepanikan antara lain berupa penyebaran informasi tidak valid (hoax) tentang keberadaan seorang PDP di suatu wilayah, hoax kelangkaan ketersediaan barang esensial di suatu wilayah, atau hoax tindakan preventif/reaktif yang sama sekali tidak valid dan bahkan berbahaya secara medis.
Salah satu hal yang tidak diperlukan dalam masa-masa bencana adalah kepanikan. Dan kepanikan bisa menimbulkan korban jiwa.

4. Mengawasi penyelenggara(an) negara.
Tugas dari setiap warga negara adalah mengawasi jalannya proses pemerintahan. Di masa-masa bencana seperti ini, bukan tidak mungkin ada oknum penyelenggara negara yang mencoba mencari keuntungan karena kurangnya pengawasan atas tindakan mereka. Tuntut penyelenggara negara untuk fokus dalam penanggulangan bencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun