Mohon tunggu...
Tari Tarini
Tari Tarini Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang wanita yang mempunyai hobby memasak, menulis, bikin event dan berkomunitas

Hanya seorang pembelajar yang ingin terus belajar dan ingin keliling Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi yang "Democrazy"

6 Maret 2019   17:18 Diperbarui: 6 Maret 2019   17:33 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu pilpres tinggal menghitung minggu. Suhu politik mulai memanas di berbagai media seperti  media sosial, televisi, media cetak dan dari panggung ke panggung. Saling tuding, serang dan hujat sudah menjadi hal yang lumrah di tahun politik ini. Perbedaan dan perdebatan semakin tegas dan vulgar di pertontonkan sekalipun meninggalkan budaya tabayyun dan membungkusnya dengan akidah. Semua teriak lantang dan saling serang, merasa benar dan pembenaran.

Sejumlah tokoh yang diharapkan mampu meredam, tak sedikit yang justru larut bersama umat dan menunjukkan sikap berlebihan. Kubu pro dan kontra seakan tak kehabisan peluru, beradu demi menundukkan lawan politik.

Demokrasi....apakah layak disebut demikian? Alih-alih mengusung Demokrasi tapi mengapa justru mencetak masyarakat "Democrazy?"  Masyarakat yang mengumbar kebencian karena perbedaan pandangan dan pilihan. Lalu kemanakah perginya akal sehat dan kewarasan?

Haaiiiii sobat, pemilu tidak hanya dilaksanakan tahun  ini saja. Pemilu sudah ada sejak dulu dan akan terus berulang setiap 5 tahun sekali. Lalu kenapa pemilu tahun ini seolah menjadi pemilu terakhir? Kedua capres yang akan dipilih tentu masing-masing sudah mempersiapkan yang terbaik untuk bangsa ini. Dan siapapun presiden terpilih, pasti akan melakukan yang terbaik untuk negeri ini, untuk bangsa ini.

Haaiii sobat, jangan terpancing dengan branding dari masing-masing calon. Isu-isu kadang dihembuskan untuk menyerang lawan, sebagai bagian dari strategi kemenangan dan kepentingan branding. Dukunglah masing-masing calon kalian dengan cara yang elegan, santun tanpa mengesampingkan azas pergaulan, pertemanan dan persaudaraan.

Bersikaplah seperti biasa dan jangan berlebih-lebihan. Bukankah Islam mengajarkan kita untuk tidak bersikap berlebihan? Karena segala sesuatu yang disikapi secara berlebihan tidak akan mendatangkan kebaikan tetapi justru akan mendatangkan kehancuran. Dan faktanya ini sudah terjadi di depan mata kita. Pertemanan dan persaudaraan menjadi rusak bahkan saling membenci satu sama lain karena sikap yang berlebihan atas dasar perbedaan pilihan yang mengatasnamakan "Demokrasi". Apakah ini yang akan kalian wariskan untuk generasi?

Demokrasi seharusnya mampu menjembatani perbedaan menjadi sebuah harmonisasi, karena sejatinya demokrasi adalah hak kesetaraan semua warga Negara untuk memilih dan membuat keputusan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun