Mohon tunggu...
Tari Tarini
Tari Tarini Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang wanita yang mempunyai hobby memasak, menulis, bikin event dan berkomunitas

Hanya seorang pembelajar yang ingin terus belajar dan ingin keliling Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Kodrat Perempuan yang Lembut Terkikis di Kereta Khusus Wanita?

5 Juli 2018   09:58 Diperbarui: 5 Juli 2018   12:43 2871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lemah lembut selalu identik dengan perempuan, karena itu bagian dari kodrat seorang perempuan. Perempuan adalah makhluk yang perasa, peka dan mempunyai empati yang tinggi. 

Seorang perempuan umumnya mendapat tempat yang "istimewa" diantara kaum laki-laki. Banyak perlakuan khusus yang didapatkan oleh kaum perempuan. Tidak hanya dalam sebuah keluarga, lingkungan sosial namun juga di berbagai fasilitas publik bahkan dalam transportasi publik.

Sebutlah dua transportasi publik yang menjadi andalan warga jabodetabek seperti Transjakarta dan KRL Commuterline. Karena kodratnya sebagai perempuan, mereka memperolah hak istimewa dan disiapkan ruang khusus selama dalam perjalanan.

KKW (Kereta Khusus Wanita) ini tentu hanya teruntuk kaum hawa. Alih-alih memberikan hak istimewa, justru keberadaan KKW menjadi bumerang bagi sesama kaum hawa. Betapa tidak? Rasa memiliki dan rasa mempunyai hak yang begitu kuat atas KKW, terkadang membuat mereka melupakan kodrat sebagai perempuan yang lembut.

Betapa sering mendengar cerita bahkan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka saling serang, cek cok, ribut didalam kereta yang notabene penumpangnya adalah sesama kaum hawa. 

Tak jarang penyebabnya hanyalah hal sepele: saling dorong, kibasan rambut dan tidak sengaja terinjak kaki dan lain sebagainya. Makian, umpatan dan berbagai kata-kata kasar keluar dengan spontan dan tanpa rasa bersalah, jauh dari kelembutan yang menjadi kodrat perempuan.

Tak hanya itu, terkikisnya rasa empati oleh ego, empati terhadap sesama yang membutuhkan hak atas tempat duduk prioritas, menjadikan KKW sebagai kereta yang menyedihkan dan semakin menjadi sorotan publik. Maka tak heran jika KKW disebut sebagai "kereta neraka."

Meski tidak semua perempuan di KKW demikian, namun karena seringnya terjadi keributan, pada akhirnya keberadaan KKW menjadi cerminan perilaku perempuan didalam kereta khusus.

Masyarakat urban telah mengalihkan dan mengubah karakter asli menjadi seseorang yang berbeda. Ketatnya kompetisi yang terjadi disemua aspek kehidupan, bahkan sekedar hanya untuk mendapatkan transportasi yang nyaman sekalipun, menjadikan mereka pejuang. Namun begitu, tidak pada tempatnya jika meletakkan ego diatas empati, karena pejuang yang sesungguhnya tidak hanya mampu bertahan dan berjuang untuk terus maju, namun juga berjuang mengalahkan ego.

Semoga tulisan ini bisa menjadi cerminan bagi para pejuang KKW dan mengembalikan rasa empati terhadap sesama kaum dengan saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun