Beberapa hari ini, stasiun DURI santer diberitakan lantaran masuknya KA BANDARA yang menggaduhkan stasiun DURI yang biasanya senyap. Sejak kehadirannya, KA BANDARA mendapat privilege dan menyingkirkan krl Commuterline sebagai transportasi public.
Perpindahan peron dari jalur 4 stasiun DURI yang selama ini digunakan oleh penumpang tangerang digeser ke peron 5. Alih-alih meningkatkan layanan stasiun, justru membuat semrawut di jam-jam rush hour. Eskalator yang hanya satu-satunya di peron 5 diserbu ribuan penumpang sehingga menyisakan antrian yang luar biasa.
Tak hanya itu, jadwal krl Commuterline semakin berkurang sedangkan disisi lain justru jumlah perka (perjalanan kereta) KA BANDARA ditambah. Miris memang, krl dengan jumlah mayoritas penumpang lebih banyak dari jumlah penumpang KA BANDARA justru terkalahkan.
Untuk mengakomodir jadwal yang berkurang, PT KCI menambahkan jumlah kereta yang sebelumnya rangkaian 10 kereta menjadi rangkaian 12 kereta dan rangkaian 8 kereta menjadi rangkaian 10 kereta. Namun demikian penambahan ini juga tak mampu mengakomodir penumpang. Krl semakin padat dan banyak yang tidak terangkut.
Sungguh diluar nalar dan merupakan kebijakan yang patut dipertanyakan. Jika alasan yang digunakan adalah demi peningkatan layanan, pertanyaannya adalah layanan untuk siapa? Apakah dengan mengorbankan kepentingan mayoritas itu sebuah peningkatan layanan?. Jika prasarana dan sarana saja belum siap, mengapa tetap memaksakan KA BANDARA dijalankan?
Dan ternyata Tangerang saja tidak cukup. Karena target berikutnya adalah Bekasi. Padahal dengan satu rel yang ada saat ini, krl commuterline harus antri dengan KAJJ (Kereta Jarak Jauh). Seperti kita ketahui, saat ini jumlah total perka Bekasi sudah mencapai 353 ka yang teridiri dari krl commuterline, krl cikarang, KAJJ dan KA barang. Bisa dibayangkan, berapa lama lagi waktu tunggu yang dibutuhkan jika KA BANDARA masuk Bekasi? Nasib Bekasi yang serupa dengan Tangerang nampaknya tinggal menunggu waktu.
Maka tak heran, jika muncul petisi dari beberapa komunitas terkait adanya KA BANDARA ini. Bukan keberadaan KA BANDARA yang ditolak, namun memaksakan beroperasinya KA BANDARA ini yang harus dikaji ulang dan ditunda karena prasarana yang belum siap. Toh proyek DDT (Double Double Track) yang sering diplesetkan menjadi "Delay Delay Terus" masih dalam pembangunan?. Mbok yao...selesaikan dulu PR ini yang sejak tahun 2009 belum juga selesai. Fokus pada apa yang dibangun dan jika sudah memadai gunakan sesuai fungsinya. Dengan demikian pasti tidak akan ada yang dirugikan.
Semoga dengan gencarnya input dari berbagai kalangan, mampu menggedor para pemangku kebijakan sehingga dapat mempertimbangkan kembali keberadaan KA BANDARA yang sangat tidak win win solution ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H