Anggota polisi kembali ditembak mati oleh orang tidak dikenal. Analisa liarpun bertebaran di media massa dan media sosial. Mulai dari terorisme, kesalahan SOP, perbandingan kompetensi antara TNI dan Polri, hingga masalah takdir menjadi kesimpulan dari breaking news yang paling menggemparkan pada hari rabu ini.
Hanya saja, apakah dalam analisa itu ada empati ?Apakah dalam komentar – komentar yang timbul, ada ketulusan untuk merasakan derita dari orang – orang yang ditinggalkan, dan apabila komentar yang negatif muncul, apakah ada perasaan malu bahwa yang ditertawakan itu sebenarnya adalah kebobrokan kita sendiri? .
Bripka Sukardi adalah seorang polisi berpangkat rendah. Bukan seorang polisi yang naik turun kendaraan mewah. Dirinya jauh dari gambaran seorang aparat negara yang korup. Malam itu dengan seragamnya, dia menembus malam mengawal truk dari priok dengan sepeda motor, entah siapa yang menugaskan. Atau, mungkin dia melakukan hal itu demi sedikit uang tambahan. mencoba hidup yang layakdi sebuah kota dimana uang satu dua jutapun hampir tidak ada harganya lagi.
Kini Bripka Sukardi sudah tidak ada, tadi malam dia ditembak orang tidak dikenal. Hari ini dia menjadi berita, media massa sibuk mencari informasi tentang dia dan keluarganya . Ramai orang berkomentar dan memberikan statemen yang mungkin dianggap cerdas, tapi,setahun, dua, atau tiga tahun lagi mungkin sudah tidak ada lagi yang mengingat Bripka Sukardi. Semua sibuk dengan urusan pribadinya, urusan bisnisnya, dan mungkin urusan partainya.
Bagi yang ingin mencaci, lima tahun bertugas di lembaga anti korupsi sudah cukup bagi saya untuk mengetahui, bahwa mungkin kita sama saja dengan orang yang kita caci. Betapa orang yang tampaknya terhormat, saat kesempatan datang , rela menjual diri dan kewenangannya untuk memuaskan keserakahan diri.
Bripka Sukardi bukanlah seorang pahlawan super, dia adalah orang biasa, dia adalah bagian dari bangsa ini yang kebetulan memakai baju polisi. Seorang sederhana, yang mungkin berfikir sederhana, sebuah pemikiran yang akhirnya membawa dia ke akhir hidupnya. Dia menyusul rekan – rekan sekerjanya yang sudah gugur ditangan orang yang picik dan pengecut.
Tulisan yang emosional ini mungkin satu – satunya cara saya untuk mengabadikan orang – orang seperti Bripka Sukardi dan seluruh anggota Polri yang gugur diterjang peluru. Tewas demi suatu pemikiran dan konsep yang tidak akan mudah untuk kita pahami, kecuali kita pernah menjadi bagian dari kisah Bripka Sukardi dan ribuan anggota Polri yang hidup dan menjadi bagian dari bangsa ini.
Aceh 11 September 2013,Demi sebuah kenangan bagi para walet hitam yang gugur disampingku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H