Bulan Desember adalah bulan yang penuh sukacita. Bukan hanya untuk umat Nasrani saja, tetapi juga bagi semua orang. Mereka sangat menanti-nantikan bulan ke 12 ini mungkin karena libur yang panjang, banyak diskon, bisa berkumpul dengan orang-orang terkasih, dan lain-lain. Demikian juga dengan saya, akhir tahun sangat saya nantikan karena pada waktu ini lah saya bertemu dengan keluarga dan juga rehat sejenak dari rutinitas. Tetapi, apa sih sebenarnya arti natal itu? Mengapa umat Kristiani sangat bergembira menyambutnya?
Ilustrasinya begini, kamu terjebak dalam lumpur hidup. Ketika kamu berusaha untuk keluar dengan kekuatanmu sendiri, kamu justru semakin terperosok ke dalam. Kamu tidak akan bisa keluar sampai seseorang datang untuk menolongmu. Jikalau tidak, kamu pasti mati… PASTI MATI! Nah, demikian juga dengan umat manusia. Sejak kejatuhan manusia dalam dosa, Allah menghukumnya. Kesusahan demi kesusahan saja yang didapati setiap hari. Semakin manusia berusaha dengan jalan pikirannya sendiri, semakin mereka tersesat bahkan terperosok lebih dalam.
Tetapi, Sang Pencipta itu Mahakasih, Ia tak membiarkan manusia tenggelam dalam lumpur dosanya sampai “MATI”. Ia memberikan diriNya untuk menarik manusia itu kepada keselamatan yang dibayar dengan darahNya sendiri. Karena terlalu mahalnya keselamatan itu, Ia memberikannya secara cuma-cuma alias gratis walaupun masih banyak orang yang belum percaya akan hal ini. Peristiwa kelahiran Seseorang yang menarik manusia dari lumpur tadi lah arti Natal sesungguhnya. Manusia layak bersukacita karena Allah memberikan PENYELAMAT bagi mereka. Ketika mereka percaya kepada Juruselamat ini, hidup kekal akan diterimanya. Meskipun begitu, manusia tidak secara langsung hidup tanpa kesusahan dan penderitaan. Tuhan mendidik mereka supaya benar-benar bergantung padaNya.
Nah, seringkali orang salah mengartikan Natal. Banyak orang yang mengaku percaya kepada Juruselamat ini malah tidak mengerti arti Natal sesungguhnya. Mereka mengikuti budaya asing seperti adanya Sinterklas, pohon Natal, tukar kado, ikut perayaan Natal sana-sini hanya karena ajakan teman dan lain-lain. Menyedihkan bukan? Bukan berarti tidak boleh, tetapi jangan sampai kita kelihangan esensi dari Natal itu sendiri.
Bagiku, aku sangat bersyukur memperingati kelahiran Juruselamat ini. Kelahiran Penyelamat yang menarikku dari lumpur dosa. Kelahiran Seseorang yang mengasihiku tanpa batas meskipun Ia sesekali menghardikku dengan keras karena aku mengikuti jalanku sendiri. Sebagai seorang pendidik, aku sangat bersyukur bisa mengajari anak didikku. Aku bersyukur bisa mengasihi mereka dengan ketidaksempurnaanku dan keterbatasanku. Terkadang, aku juga menghardik mereka supaya sadar dan memuliakan Sang Pencipta. Mereka harus belajar dengan giat, menerapkan sopan santun, saling menghormati satu sama lain, dan juga mengasihi tentunya.
Bagaimana denganmu? Apakah kamu sungguh-sungguh bersukacita merayakan Natal karena kedatanganNya untuk menyelamatkanmu atau sekedar latah terbawa arus?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H