Mohon tunggu...
Bryna Alodia
Bryna Alodia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Preloved Fashion: Pilihan Cerdas atau Pintu Menuju Konsumerisme Berlebihan?

24 Desember 2024   08:00 Diperbarui: 24 Desember 2024   23:51 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by cottonbro studio from Pexels: https://www.pexels.com/photo/woman-in-yellow-long-sleeve-shirt-holding-white-and-black-scarf-6068971/ Input Ket

Di era maraknya tren di sosial media, seringkali kita mendengar istilah "thrifting" yang merujuk pada jual-beli barang bekas atau yang biasa disebut "preloved" yang masih dalam kondisi baik. Fenomena ini mulai ramai pada awal pandemi covid-19, saat masyarakat dianjurkan untuk berhemat, sehingga tren ini dianggap solusi yang tepat jika ingin tampil stylish tanpa harus menguras kantong. Tak hanya sekedar sebagai pilihan ekonomis, tetapi preloved juga mencerminkan perubahan cara pandang generasi muda terhadap fashion dan keberlanjutan lingkungan.

Salah satu alasan utama mengapa barang preloved begitu diminati adalah harganya yang terjangkau. Bagi anak muda yang biasanya hidup dengan anggaran terbatas, membeli barang bekas menjadi solusi yang cerdas untuk bisa mendapatkan pakaian serta aksesoris yang berkualitas. Dengan melakukan drifting, mereka dapat menemukan barang-barang unik yang tidak akan ditemukan di toko-toko mainstream lainnya. Hal ini tentu memberikan mereka kesempatan untuk mengekspresikan diri dan menciptakan gaya yang berbeda dari teman-temannya.

Selain itu, alasan berperan besarnya popularitas thrifting adalah mengenai kesadaran isu lingkungan. Banyak anak muda yang sekarang peduli dengan dampak fast fashion terhadap lingkungan. Dengan memilih untuk membeli barang bekas, mereka berkontribusi dalam mengurangi limbah tekstil dan jejak karbon yang dihasilkan dari produksi barang baru. Tren ini merupakan langkah kecil yang bisa mereka ambil untuk menjaga bumi, sekaligus tetap tampil trendy.

Namun, dibalik tren positif ini, ada juga dampak negatif yang perlu diperhatikan. Fenomena barang preloved ini dapat meningkatkan tingkat konsumerisme dikalangan masyarakat. Meskipun barang bekas lebih terjangkau, banyak anak muda yang terjebak dalam siklus berbelanja berlebihan, membeli barang hanya untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan. Hal ini dapat menciptakan pola pikir bahwa membeli barang, meskipun bekas merupakan solusi untuk mendapatkan kepuasan instan.

Secara keseluruhan, fenomena drifting di kalangan anak muda bukan hanya sekedar trend fashion, tetapi juga mencerminkan perubahan nilai dan kesadaran sosial yang lebih besar. Dengan membeli, menjual, atau menciptakan tren baru melalui thrifting, anak muda tidak hanya mendapatkan barang berkualitas dengan harga terjangkau, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan dan keberagaman dalam dunia mode. Namun, penting untuk menyadari bahwa perilaku konsumtif yang berlebihan dapat membawa dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun