Mohon tunggu...
Bryan Eduardus
Bryan Eduardus Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Warga Negara yang Bersuara Lewat Kata-Kata! | https://telemisi.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Rebranding" Koperasi dan Kalangan Muda

23 Juni 2018   23:15 Diperbarui: 23 Juni 2018   23:31 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koperasi tentu bukan kata yang asing buat kita. Koperasi adalah kakak dari DEperasi! #mencobalucu

Kali ini, kita akan ngebahas soal koperasi, tapi tetep secara santai! So, jangan langsung banting komputer, ya! Kalau sudah gak mau, kirim ke rumah saya aja! Atau mulai buka koperasi sendiri! Emangnya bisa?

Kalau ditanya apa sih yang saya pikirkan saat pertama kali mendengar kata koperasi? Saya akan jawab OSIS! Bukannya mau sombong ya, saya ini kebetulan salah satu anggota OSIS tingkat tinggi di sekolah! 

Kalau ada KTT OSIS, saya pasti sudah diajak.. Jadi cleaning service! Bercanda! Gak lah! Saya ini salah satu calon ketua OSIS, walaupun gagal menang, ya! Itulah kenapa di awal tadi, saya tidak mau sombong, APA YANG MAU SOMBONGIN!

Sorry, kebawa emosi! Walaupun saya gak terpilih, tapi saya ini sangat berlapang dada, karena tim OSIS tetap membutuhkan kemampuan saya, jelas lah, orang berpengaruh gini, saya terima! #tetapsombong

Dan, saya mengepalai salah satu bidang, yakni kewirausahaan. Saya tahu, ini bukanlah sebuah kebetulan! Karena KEBETULAN, saya ini memang punya kemampuan di bidang ini! Semoga kalimat ini lucu, ya!

Sebelum kita resmi menjadi anggota OSIS, kita ditempa terlebih dahulu dalam sebuah program LDK, latihan dasar kepribadian. Nah, di sesi awal, kita baru tahu untuk pertama kalinya, posisi kita di OSIS tahun itu sebagai apa sih.

Sewaktu diberitahu bahwa saya akan mengepalai bidang ini, perasaan saya campur aduk! Kaget karena saya rasa, kemampuan saya tidak disini! Tapi, senang karena wakil saya, salah satu adik kelas cantik!

Ada target utama yang dibebankan oleh pembina OSIS kepada saya tahun ini, yakni menjalankan koperasi yang tahun lalunya tidak berjalan. Sebenarnya sempat berjalan, tetapi tidak konsisten dan terbengkalai di tengah perjalanan.

Tugas tersebut mulai saya jalani. Pertama, kami meminta dana OSIS untuk membeli semacam etalase kaca. Ketika kami ajukan di rapat, tidak semuanya setuju. Hingga akhirnya, kami tiba pada sebuah kesepakatan. Koperasi harus berjalan dengan baik selama setidaknya satu bulan. Akhirnya kami berhasil mendapatkan etalase tersebut.

Kami juga membuat sebuah akun Instagram koperasi! Jadi, dulu kami sempat mengkampanyekan sebuah hashtag, sejak seminggu sebelum pembukaan koperasi. Kami mengkampanyekan semacam hashtag dengan unsur new dan reborn! Hasilnya, cukup heboh di kalangan teman-teman. 

Bahkan ada yang bicara, "Ganti kepala sekolah kali!" Ngaco dia! Ada lagi yang berkomentar, "Bukan kepala sekolah, ketua OSIS kali!" Walaupun ngaco juga, saya aminin!

Soal dagangan, tidak ada sesuatu yang sangat berbeda. Tetap ada alat tulis, dan mulai kita rambah snack secara perlahan sambil membaca pasar dan mencari jalan tengah dengan pedagang di kantin yang juga berjualan makanan ringan. Bahkan, di akhir-akhir masa jabatan kami, koperasi kami sudah menjangkau pasar yang cukup luas. Tidak hanya SMA, tetapi juga SMP hingga SD!

Ini cerita saya, tapi apakah koperasi hanya perkara jual-beli di sekolah? Tidak! Koperasi sudah dikenal sejak dahulu, dan bahkan sudah sangat mengakar pada jati diri bangsa Indonesia.

Koperasi adalah sebuah badan usaha yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus gerakan ekonomi rakyat yang beradasarkan atas dasar asas kekeluargaan. Dr. Muhammad Hatta, dalam bukunya yang berjudul, "The Movement in Indonesia" mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan asas tolong-menolong, sehingga koperasi tidak dapat terlepas dari Indonesia.

Ini seharusnya menjadi sesuatu yang membanggakan, bukan? Namun, karena persepsi bahwa koperasi ini sudah sangat lama, ini melambangkan unsur "tua" pada hal ini, dan membuat anak muda malas menyentuh dan berurusan dengan hal-hal yang berkaitan dengan koperasi.

Kalau kita lewat, dan di pinggir jalan ada ayam bakar sejak 1980, anak-anak muda mungkin akan mengganggap ini kuno. Mereka akan lebih memilih makan di kafe, yang menawarkan 'rasa' muda, baru, dan lebih dinamis. Padahal, belum tentu lebih enak dibandingkan ayam bakar!

Saat ini, kita mencari segala sesuatu yang kita banget, yang benar-benar mencerminkan diri kita. Kebetulan, saya baru saja berliburan ke Singapura. Contoh nyata adalah penjual es krim di daerah Orchard. Es krim yang terkenal itu. 

Disaat saya lewat, saya berniat membeli dan saya liat menu pilihan rasa yang ada, bukannya tercerahkan, justru semakin bingung, "Beli yang mana, ya?" Ada 12 rasa!

Kenapa? Karena penjual mencoba selalu menawarkan sesuatu yang spesifik, dan sangat sesuai dengan keinginan konsumen. Saya ingat banget, salah satu rasa yang ada adalah durian. Jujur, saya tidak suka banget! Tetapi, mama dan nenek saya membeli rasa itu.

Kembali soal kasus ayam bakar tadi, mereka mungkin bisa mengemas nama mereka dan produk mereka dengan sedikit berbeda agar lebih dekat dengan para kalangan millenials! Bisa dengan mengubah nama restoran dengan menghilangkan tahunnya, atau cara-cara lainnya. John Steinbeck sempat menyatakan:

"Kemajuan merupakan kata yang merdu, tetapi perubahanlah penggeraknya dan perubahan mempunyai banyak musuh."

Perubahan itu sangat wajar, kok! Kita sebagai manusia tidak boleh menolak adanya perubahan. Perubahan itu pasti terjadi, tidak bisa ditolak! Yang bisa kita lakukan adalah mempersiapkan diri menghadapi perubahan. Bahkan kalau bisa, jadilah yang memulai perubahan itu!

Tidak bisa dipungkiri, masa depan bangsa ini akan ditentukan kalangan orang muda hari-hari ini. Begitu pula dengan koperasi. Peran serta mereka sangatlah penting demi masa depan koperasi. Kabar buruknya, orang-orang muda cenderung kurang tertarik dengan yang namanya koperasi.

Berkaca pada kasus es krim tadi, kalau pengen mendekatkan diri dengan anak-anak muda, mereka harus memiliki karakter anak muda itu. Hal ini bisa diwujudkan lewat sebuah rebranding.

Ada kata rebranding disini, ada baiknya kita sedikit menyinggung dari segi marketing. Semoga tidak ada yang tersinggung! Marketing, santai aja!

Secara singkat, rebranding adalah proses pemberian identitas baru terhadap sebuah produk ataupun organisasi, untuk membuatnya lebih menarik dan sukses, serta mengubah persepsi konsumen.

Berdasarkan pengalaman saya setahun mengurus koperasi di tingkat sekolah saya, kalangan millenials sebenarnya bukan tidak tertarik mengurus koperasi, tetapi pandangan mereka yang tidak sepenuhnya tepat dan belum memiliki kesempatan menggali lebih dalam.

Lalu, apa yang bisa dilakukan agar koperasi dapat menjadi lebih dekat dengan kalangan muda?

Pertama, perbanyak kesempatan bagi kalangan muda untuk mengurus berbagai bentuk koperasi yang ada, di berbagai kesempatan. Sekolah, instansi-instansi terkait, bahkan pemerintah dapat memfasilitasi hal ini.

Saya rasa, saatnya koperasi mulai dari sekolah digencarkan lagi. Kalau pun hal ini terlalu muluk, mereka dapat diperkenalkan dengan koperasi-koperasi lokal di sekitar mereka. Bahkan kalau bisa, pihak sekolah menjalin kerja sama dengan pihak koperasi terdekat dalam rangka memberikan pengalaman kepada para orang muda.

Saya ini anak IPA, tapi saya tetap mempunyai banyak teman IPS. Ya, mereka belajar soal koperasi di pelajaran Ekonomi. Mereka belajar asas, prinsip, hingga undang-undang yang menjadi landasan. Jadi, kalau ditanya, apakah mereka tahu soal koperasi? Pasti! Tapi apakah mereka tertarik hanya lewat pelajaran ini?

Belum tentu! Bahkan cukup kecil kemungkinan! Materi yang dibagikan di kelas tidaklah efektif, jika hanya bersifat teoritis. Bahkan ini mungkin menjadi beban karena harus dihafal demi lulus ujian, naik kelas, serta tidak dimarahi orang tua.

Hal-hal yang sejak awal telah dianggap menjadi beban akan sulit menjadi sesuatu yang dicintai! Bukan tidak mungkin, tetapi lebih sulit. Ada quote, "First Impression Lasts"

Ini mengarahkan saya ke poin kedua, ubah cara pendekatan koperasi kepada kalangan muda, khususnya pelajar. Teori tidak ada salahnya, tetapi apakah dengan menghafal undang-undang bisa membuat kita lebih cinta koperasi? Silahkan dijawab sendiri! Kalau jawaban saya sih, Tidak!

Perbanyak pendekatan lewat cara-cara yang lebih kreatif. Misalnya, dengan membuat kegiatan berjualan rutin atau mengadakan semacam seminar dengan menghadirkan seorang ahli di bidangnya.

Ketiga, pergunakan sosial media dan ciptakan keterikatan emosional. Beri bagian lebih kepada kalangan muda untuk memberi perubahan. Beri kesempatan bagi mereka untuk memiliki rasa memiliki terhadap koperasi secara umum.

Misalnya, dengan mengadakan berbagai kompetisi seperti pembuatan jingle koperasi, poster koperasi, ataupun tagline koperasi. Tidak bisa dipungkiri kalau ide kalangan muda seringkali lebih fresh. Maksimalkan itu! Pengadaan kegiatan semacam ini dapat memberi rasa keterikatan emosional bagi mereka yang ikut serta yang dapat perlahan ditularkan.

Pemilihan seorang duta muda koperasi, juga merupakan ide menarik bagi saya. Mereka akan menjadi representasi kalangan muda kepada koperasi sendiri. Ini bisa diperoleh melalui ajang kompetisi maupun mengangkat public figure yang populer, tetapi tetap dengan kredibilitas yang mempuni!

Lalu, gaet para ahli di bidangnya untuk men-digitalisasi koperasi secara luas. Sudah ada beberapa, tetapi alangkah lebih baik bila gerakan ini lebih dimasifkan, misalnya dari pihak kementrian. Men-digitalisasi koperasi bukan berarti mematikan yang nyata, tetapi mengembangkan daya jangkau mereka.

Toh, dari makna katanya sendiri, co berarti "bersama" dan operation artinya "bekerja". Jadi, cooperation berarti bekerja sama. Selama hasil kerja sama yang dilakukan positif, mengapa tidak?

Hal-hal ini diharapkan dapat menarik minat kalangan muda untuk setidaknya memahami lebih lanjut tentang koperasi, baru mereka berhak memutuskan apakah mereka tertarik atau tidak. Kalaupun tidak, setidaknya mereka sudah tahu lebih jauh, dan menilai secara objektif.

Begini. Kalau mereka tidak tertarik pada koperasi karena kemasannya yang tidak menarik, ibaratnya mereka sedang berjalan di lorong pasar swalayan dan melihat sebuah kemasan makanan ringan, "Apaan nich, kemasannya jelek banget, gak menarik! Pasti isinya juga jelek!"

Tetapi, ketika kemasannya diubah dan lebih menarik bagi mereka, dan mereka membelinya, lalu mereka tetap berhak menilai apakah itu enak atau tidak bagi mereka, secara objektif!

Tentu jangan berharap jumlah koperasi meningkat hingga 200% dalam 1 tahun, kalau saja para kalangan muda mampu meningkatkan pengenalan mereka tentang koperasi hingga 200%, ini sudah modal yang sangat berharga demi masa depan koperasi!

Aku muda, berjiwa koperasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun