Sehingga tidak ada pilihan lain selain selalu tertinggal dan tertinggal.
Tapi tidak ada kata terlambat, kata pepatah lama.
Kecinderungan generasi muda sekarang yang mulai tertarik terhadap sejarah bangsa merupakan suatu cerminan sekaligus harapan bahwa di dalam kesulitan mereka mengejar kemajuan Eropa yang tidak kunjung juga memberikan suatu kepastian itu, mereka tidak lupa serta berusaha menggali kembali khasanah dan warisan kebudayaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang.
Penggalian khasanah tersebut tidak pernah bermaksud untuk mengembalikan kejayaan masa lampau dengan cara membentuk kembali sistem pemerintahan kerajaan yang secara jelas sudah tidak kompatibel dengan perkembangan jaman. Namun, sebagai batu pijakan bagaimana bersikap secara bijaksana khas bangsa kita menghadapi berbagai macam perubahan yang ditawarkan Eropa.
Banyak dari kalangan generasi muda mulai tertarik untuk mempelajari sejarah karena mereka menganggap dulu nenek moyang mereka telah sukses menciptakan sebuah peradaban yang besar. Pendapat mereka memang tidak dapat dipersalahkan karena sebuah peradaban yang besar akan terlihat dari karya sastranya.
Hal tersebut sangatlah logis. Satu satunya kondisi dimana sastra lahir adalah kondisi damai tanpa adanya peperangan, mengingat akan sangat susah tentunya menulis sambil mengendarai kuda dan mengayunkan pedang.
Di negara kita ini, jumlah karya sastra klasik maupun kuno sangatlah banyak meskipun penulis karya-karya ini banyak yang didiskreditkan karena tidak mempunyai sanad keilmuan sebagaimana standar Arab dan isinya tidak memiliki muatan fakta-fakta yang dapat dibuktikan secara empiris seperti standar Barat.
Untungnya, kita sudah terbiasa sepakat bahwa memang ada kebenaran yang tidak bisa dibuktikan.
Pencarian generasi muda terhadap sejarah bangsanya sendiri merupakan simbol yang melambangkan pencarian terhadap kebenaran itu sendiri.
Sikap kritis terhadap sejarah bangsa kita menurut literatur Eropa -mengingat kita pernah dijajah- tentunya merupakan suatu langkah yang layak diapresiasi.
Karena bukan tidak mungkin selama periode penjajahan tersebut terdapat manipulasi sejarah mengingat sejarah ditulis oleh yang memenangkan peperangan. Sejalan dengan perkataan Goerge Orwell, "Siapa yang mengendalikan masa kini, mengendalikan masa lalu. Siapa yang mengendalikan masa lalu, mengendalikan masa depan." Seorang sastrawan Inggris penulis novel satire berjudul '1984' yang terkenal itu.