Hanya malam. Setia memberi ruang pada kesendirian. Dibawah naungan mengenali lebih dalam. Dalam diri, tujuan dilahirkan.
Suara lantunan. Pelan perlahan. Merayap meresap. Melaju menuju. Â Meruntuhkan nafsu mengutuhkan ilmu.
Untuk temaram nan hanya hadirkan sinar bulan, jiwa ini ramai dibatas kesunyian. Riuh rendah sorai, beradu talu menikmati rasa suka muncul ke dunia.
Gegap sambutan dihaturkan, harap disatukan. Tundukkan pandangan. Tatap elok cita depan.
Tengadahkan tangan. Membuka langit berharap kesucian. Melalui hujan perkabulan. Membalas doa yang dipanjatkan.
Memeluki bumi hati merendah. Mahkota kepala ditaruh di tanah. Keanehan menghinggapi arah. Derajat tertinggi berada dibawah.
Sungkurkan tubuh mengalirkan deras tirta, darah nanah memenuhi tanah. Lumuran luka menganga, sebut satu persatu pinta.
Onggokan daging membaui pesing, jalanan di kawan, bulan dalam tatapan. Dua tangan dikatupkan.
Tirai hari pun ditutup. Bukan dengan seutas tali dan tiang gantungan. Tapi dengan sebuah ucapan. Lautan syukur tanpa tepian.
Malang-Jakarta
2 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H