Mohon tunggu...
Muhammad Rizki
Muhammad Rizki Mohon Tunggu... -

Entrepreneur based on Muamalah

Selanjutnya

Tutup

Money

Interview dengan seorang pengusaha Muslim

30 November 2012   19:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:24 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Muhammad Rizki, Medan

Beberapa bulan lalu, Jawara Sumut mengadakan pendidikan Muamalah yang dipimpin oleh Bapak Syah Rizal Moeis di kediamannya Jl. Karya Kasih Kompleks perumahan Bukit Johor Mas, Medan Sumatera Utara. Beliau memberi materi tentang Tantangan Umat Muslim global dan juga materi Muamalah Islam.

Selama kurang lebih empat bulan kami belajar mangenai materi-materi tersebut. Pada pertengahan priode, tiba saatnya kami diberi tugas oleh beliau. Tugasnya adalah mencari atau meliput tentang usaha yang dilakukan oleh pengusaha muslim yang ada di Medan. Agar kita tahu sampai dimana sunah-sunah Muamalah di praktikkan di dunia nyata, khususnya di Kota Medan.

Berikut ini adalah hasil wawancara dari salah satu pengusaha Muslim yang bersedia memberikan waktunya, dan disajikan dalam bentuk cerita. Beliau adalah seorang produsen Madu ber merk ‘Harokah’:

Harokah Herbal

Usaha yang satu ini menjual banyak produk kesehatan herbal: Madu, Habatusauda, Sari Kurma, Minyak Zaitun, Suplemen Dewasa, Burah, Susu Kambing Etawa, Sekatul (serbuk mata beras merah), Kopi ginseng pasak bumi, madu khusus ibu hamil dan menyusui, CD pelajaran dan CD Murotal dan produk lainnya.



Produk-produk yang dijual kebanyakan dikemas sendiri seperti madu dan sari kurma. Bahan-bahan nya sendiri berasal dari berbagai produsen – sekitar 5 produsen. Ada sebagian bahan yang tidak terdapat di Nusantara, dan bahan-bahan itu diimport dari Timur Tengah. Bahan-bahan yang beli dari produsen-produsen itu dibayar dengan uang cash namun juga ada beberapa produsen yang sudah berteman dekat dengan pemilik usaha sehingga tidak keberatan untuk mendahulukan bahan-bahannya untuk dikirim dan kemudian dilunasi setelah barang itu sampai ke tempat.

Selain pemasaran yang langsung dari took/eceran, penjualan juga dibantu oleh banyak agen dan tidak hanya dilakukan di Medan saja, namun sudah menjangkau ke luar kota. Seperti Riau, Bagan Batu, Banda Aceh, Sigli, Takengon, Simeulut, Padang Sidempuan, Siantar, Sibolga, dan lain-lain.

Agen-agen tersebut bertindak sebagai pemilik usaha juga dan usaha mereka bermacam-macam. Setiap Agen memesan produk herbal tersebut dengan jumlah banyak dan diberi potongan harga sebagai laba mereka, namun tidak boleh utang. Potongannya berkisar antara 20% – 50%. Ada 10 produk yang bisa diberi potongan 50%. Untuk mendapatkan potongan maksimal dari tiap produk, para Agen disyaratkan membeli paket senilai 6 juta Rupiah dan cash.

Produk yang belum sempat terjual dan mencapai masa kadarluarsanya, dimusnahkan. Namun pemiliki usaha lepas tangan dengan produk yang telah berada ditangan agen, karena bukan hakmilik lagi. Dan beliau mengatakan Cuma ada satu produk mengalami nasib seperti itu.

Pemilik usaha juga membimbing agen baru. Yaitu memberi waktu selama 3 bulan kepada agen itu mengenai barang yang tidak laku terjual agar ditukar dengan produk yang lebih laris.

Sekarang kita menyimak cerita mengenai Modal, Ceritanya begini:

Awalnya Bang Muhammad Rofik, S.Pdi berjualan madu kecil-kecilan sembari ia bekerja di satu perusahaan penerbit buku ‘Gema Insani Press’. Posisinya di perusahaan itu juga lumayan tinggi. Ia bertanggung jawab utuk distribusi buku wilayah Sumatera selama 5 tahun. Saat itu Ia sudah berkeluarga bahkan sebelum ia bekerja disitu ia sudah berkeluarga.

Dengan Modal 1 Juta 2 ratus 50 ribu Rupiah ia membeli madu 1 derigen. Madu tersebut dikemasnya dalam botol kecil dan siap ia pasarkan. Semula ia sendiri yang memasarkan hingga banyak order yang deterimanya. Adakalanya ia bergadang mengemasi madu-madu itu ke dalam botol demi pesanan yang ia harus penuhi untuk pagi harinya.

Ketika saya bertanya kepada beliau, “bagaimana efek penjualan secara langsung dibandingkan dengan system pesanan atau agen?”

Katanya, “ada nilai plus-minusnya masing-masing… ketika kita menjualnya secara langsung ke pasar, perputaran produk akan menjadi lambat namun keuntungannya akan lebih tinggi. Dan jika kita gunakan system agen, terjadi sebaliknya…”

Kembali ke madu tadi. Dari keuntungan menjual madu yang terus ia safety kan, ia mulai ke produk ke dua, yaitu habatusauda. Dan seterusnya sampai ia ke produk ketiga, yaitu minyak zaitun, ia mencoba untuk mangajukan pinjaman ke Bank-Bank, namun pihak Bank menolak karena tidak punya agunan. Walaupun begitu seiring dengan berjalannya waktu, ada dua Bank syariah yang menawarkan pinjaman tanpa agunan, namun bang Rofik berpikir dua kali untuk menerimanya. Dan akhirnya ia menolak dengan alasan takut kena Riba dan tidak syariah.

Masuk ke tahun ke-tiga perjalanan usahanya, bang Rofik menjalankan system Muddarabah, dengan seorang pengusaha asal aceh yang sangat sering membeli madu darinya. Kerjasama itu berjangka 1 tahun. Dan hanya untuk satu produk yaitu madu, sebesar 25 juta Rupiah. Dan setiap bulannya pembagian keuntungan dibagi beliau menjadi 80% untuk Harokah dan 20% untuk investor asal aceh tadi. Hasilnya, setiap bulan, rata-rata, investor tersebut memperoleh 1 juta Rupiah. Dan setelah 1 tahun maka kerja sama itu berakhir, dan uang investor itu ia kembalikan. Namun yang menarik, investor tersebut tidak minta uangnya yang 25 juta itu semuanya, namun ia minta sebagiannya dalam bentuk Madu, bahkan boleh di angsur, mengingat jauhnya tempat pengambilan.

Setalah itu, investor lain masuk lagi, dan diterimanya dengan produk yang sama dan system yang sama, namun dengan nilai 30 juta dan jangka waktu 3 bulan dan telah selesai dengan lancar. Dan kedepannya, Insya Allah ada investor lagi yang mau kerja sama dengan beliau untuk satu produk yaitu sari kurma. Namun beliau sendiri belum berani untuk menjadi investor.

Dari situlah, bang Rofik memulai usahanya yang lain, yaitu Rumah Makan Padang Bolak, Dan menyewa 2 buah rumah berderet di pinggir jalan sebagai tempat usaha-usahanya. Sekaligus mempekerjakan 6 orang karyawan untuk membantunya. Sesekali ia memberikan pelajaran mengenai usaha kepada para karyawannya itu. Dia sering mengatakan kepada mereka “Jangan pernah berfikir untuk kerja di sisni untuk waktu yang lama… sebentar sajalah… carilah peluang usaha yang lain jika kalian sudah merasa mampu…” Dan sampai hari ini ia belum pernah berhubungan dengan pihak Bank.

Beliau juga pernah mendengar tentang prihal Dinar Dirham, namun ia belum mendengar penjelasan yang matang tentang itu. Menanggapi soal BBM yang akan naik, Dia akan mengambil tindakan menaikkan harga produk yang sewajarnya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun