Semarang, 20 November 2017
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sedang dihebohkan oleh kasus e-KTP yang menjerat ketua DPR RI Setya Novanto. Banyak drama politik yang terjadi selama proses pengungkapan dalang dibalik kasus yang merugikan negara Rp 2,3 T ini, dari peristiwa penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK Novel Baswedan hingga yang sekarang ini sedang panas-panasnya dibahas yaitu peristiwa kecelakaan mobil yang dialami oleh tersangka kasus e-KTP Setya Novanto yang berbau "settingan".
 Namun, kali ini kita tidak akan membahas keadaan tiang listrik setelah ditabrak ataupun rumah sakit yang kabarnya dibooking 1 lantai melainkan fungsi lembaga tinggi negara yang tengah menjadi sorotan publik, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Sebagai masyarakat sipil sudah selayaknya kita mengawal jalannya demokrasi yang ada di Indonesia dengan mengikuti setiap perkembangan yang ada, namun pengetahuan mengenai tugas dan wewenang serta fungsi lembaga negara harus menjadi dasar bagi kita agar tidak menjadi korban media massa yang kini telah berubah menjadi alat beberapa oknum untuk membuat suasana ditengah masyarakat menjadi mencekam.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga yang berdiri pada tahun 2002 atas dasar Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Bila merujuk pada kasus e-KTP maka sebenarnya KPK telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, Serta Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sehingga apa yang sebenarnya terjadi saat ini hanyalah cara-cara yang dilakukan tersangka kasus e-KTP untuk menghindari hukum yang berlaku. Bahkan KPK dalam mengusut kasus tindak pidana korupsi berhak :
- melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi terhadap seseorang maupun instansi
- melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
- memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
- meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
- memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
- memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
- meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
- menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
- meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
- meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Maka telah kita ketahui bersama bahwa semua tata cara yang dilakukan oleh KPK telah sesuai dengan dasar hukum yang ada, oleh karena itu kita sebagai warga sipil sudah sepatutnya mendukung kinerja KPK dalam usaha penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Apapun kelanjutan dari drama e-KTP kita harus tetap kritis terhadap berita yang ada, jangan mudah terpancing emosi dan gunakan hak berpendapat dengan baik. Mari kita bersama wujudkan Indonesia yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H