Nuansa Ramadhan di setiap belahan bumi pastilah punya kekhasannya masing-masing. Tapi pada intinya tetaplah sama, setiap insan beriman menanti datangnya tamu istimewa yang hanya sekali setahun itu. Menyambut kedatangannya dengan berlari kemudian memberi pelukan yang sangat erat.
Melalui lomba blog Ramadhan yang diselenggarakan oleh Ketapels bersama sarung Al-Hazmi. Izinkan aku menceritakan momen Ramadhan yang pernah kulalui bersama kakakku. Sebentar lagi usiaku genap 20 tahun. Berarti hampir 20 kali pula aku menyambut tamu istimewa itu, bertemu dengannya, memeluk erat. Dan syukur-syukur bisa bertemu dengannya lagi tahun depan. Ayo kita mulai ceritanya. Cerita ini dari belahan bumi Gorontalo.
***
Di bumi Hulonthalo...
Masjid mulai ramai dengan anak-anak remaja yang sedang ikut membantu membersihkannya. Diiringi lagu qasidah lokal yang kental akan nuansa Ramadhan. Judulnya Puasa, Tumbilotohe, Mongamali dll. Berikut ini kusertakan video musiknya, biar kalian bisa mendengarnya.
Kerasalah vibesnya...
Hobi menghitung hari oleh orang-orang di Bulan Rajab dan Sya'ban pun berganti dengan menghitung jam bila tamu agung setiap tahun itu datang.
Memang Ramadhan setiap tahun selalu punya momen tersendiri bagi aku dan kakakku. Mulai dari sahur bersama, lantas menyambut pagi yang cerah, berkeliling kampung bersama anak-anak perum. Disambung dengan main bola di halaman rumah. Lantas siangnya tumbang... makanlah siangnya ehh... batal dah puasa kita ahaha, kakakku makan dong. Sumpah lihat kakakku makan siang hari, kukira masih boleh sahur, kutanya imsaknya kapan, kakakku jawabnya belum, jadi aku ikut ambil nasi di dapur, mana lauknya nike tumis lagi. Pas magrib kita tetap duduk dong di meja makan seperti orang yang puasanya tidak diganggu gugat, berbuka layaknya orang kelaparan. Ini waktu aku kelas dua sd ceritanya.
Kalian tahu hobi aku waktu itu? Melihat kakakku mengisi buku Ramadhan. Melihat-lihat isi di dalamnya, sholat tarawih mana yang nggak dapat paraf imam. Atau melihatnya mencentang sholat yang telah dilakukan seharian, sering kali juga dia lupa mengisinya, terus ngga ingat lagi deh sholat apa aja yang dilewatkannya. Tapi kakakku tetap mengisinya dengan jujur, aku tahu itu karena aku adalah makmumnya.Â
Hobi kedua adalah memperbaiki lekukan sarung. Ehh bukan sih sebenarnya, lebih tepatnya membantunya saat memakai sarung. Agar terlihat lurus dan rapi. Kadang aku juga sedikit kasian sih sama kakakku. Sarungnya itu-itu mulu yang dipakai, sarungnya yang dari kecil, sama sarung hadiahnya waktu khitan. Kalau saja sarung Al-Hazmi sudah ada waktu zaman itu, pasti akan kubilang ke mama, minta dibeliin lagi sarung buat kakak, biar dia bisa jadi imam terkenal di Gorontalo.Â
Tapi sekarang kayaknya aku tak perlu kasian lagi padanya, karena sekarang sudah ada sarung khas Kudus Jawa Tengah dengan berbagai macam corak dan motif khas pilihan yang bisa disesuaikan dengan selera. Semoga saja aku bisa memenangkan lomba blog ini, agar bisa memberikan hadiah sarung untuk kakak.