Pemilukada DKI memang masih sekitar 10 bulan lagi, akan tetapi suhu politiknya sudah begitu terasa tidak hanya di Jakarta akan tetapi hampir di seluruh plosok nusantara membicarakan akan Pemilukada DKI, hal ini aku rasakan dari tiap kali mampir di warung kopi di daerahku ada saja orang yang membicarakan masalah Pemilukada DKI, Semua ini tak terlepas dari begitu gencarnya pembicaraan dan pemberitaan baik di media sosial ataupun media televisi yang hampir tiap hari menayangkan dan mengulas Pemilukada DKI. Bermacam spekulasi dan opini masyarakatpun berkembang siapa yang akan bisa maju menjadi calon GUBERNUR DKI.
Nah pada kali saya akan coba mengulas peluang Para balon-balon gubernur DKI dan siapa saja yang mempunyai peluang besar  akan mampu menjadi Calon gubernur di pemilukada DKI.
Sebelum lebih jauh mari kita tengok komposisi jumlah kursi di DPRD DKI,
-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan perolehan sebanyak 28 kursi
 -Partai Gerindra dengan perolehan sebanyak 15 kursi
 -Partai Keadilan Sejahtera dengan perolehan sebanyak 11 kursi
 -Partai Persatuan Pembangunan dengan perolehan sebanyak 10 kursi
 -Partai Demokrat dengan perolehan sebanyak 10 kursi
 -Partai Hati Nurani Rakyat dengan perolehan sebanyak 10 kursi
 -Partai Golongan Karya dengan perolehan sebanyak 9 kursi
 -Partai Kebangkitan Bangsa dengan perolehan sebanyak 6 kursi
 -Partai Nasional Demokrat dengan perolehan sebanyak 5 kursi
 -Partai Amanat Nasional dengan perolehan sebanyak 2 kursi
Melihat Komposisi parlemen DPRD DKI seperti itu ada tiga kemungkinan besar yang akan terjadi pada pemilukada DKI, yang pertama adalah head to head antara sang petahana ahok dengan koalisi poros tengah yang mungkin akan di pelopori oleh partai Gerindra dan Demokrat serta di sokong oleh PKS Dengan mengusung Sandiaga Uno. PKS dan Gerindra akan mati-matian menjegal ahok karena dua partai ini secara tidak langsung mempunyai dendam yang terpendam, Gerindra yang di tinggalkan ahok dengan ketidak setujuan ahok  akan sikap partai gerindra dengan wacana pemilukada tidak langsung, sementara PKS balas dendam atas kekalahan kader terbaiknya di pemilukada sebelumnya. Perang head to head antara sang petahana ini akan hadir dengan catatan Pdip merapat ke kubu ahok akan tetapi peluang ini kecil sekali terjadi hal ini di karenakan ada dua hal yang melatar belakangin yang pertama Pdip walaupun tidak koalisi bisa mengajukan calon sendiri tanpa koalisi yang kedua ketegangan antara ahok dan elit-elit PDIP terlihat begitu jelas.
Yang Kedua adalah akan ada tiga calon yang akan muncul pada pemilukada DKI, yaitu Ahok, koalisi PDIP dan koalisi poros tengah yang akan di motori oleh Gerindra dengan sandiaga uno tetap menjadi pilihan utamanya, pertarungan  ini yang kemungkinan besar akan terjadi, apabila PDIP mengajukan calon sendiri maka ada beberapa partai yang akan merapat ke PDIP dan menyodorkan kadernya untuk menjadi wakilnya. seperti PKB dan golkar.
Jadi dari skema yang secara garis besarnya dari sekian nama yang beredar di kancah perpolitikan Jakarta hanya ada 3 nama yang mempunyai khans besar bakal jadi calon Gubernur DKI, AHOK, SANDIAGA UNO DAN KADER TERBAIK DARI PDIP.
Terus bagaimana peluang calon-calaon yang lain, peluangnya sangat kecil, Yusril misalnya, biarpun safari politiknya kebeberapa partai kemungkinan besar tidak akan mendapat dukungan, Demokrat misalnya tidak akan mungkin mendukung yusril hal ini tak terlepas dari beberapa pernyataan yusril saat Sang pendiri demokrat menjadi pemimpin di negeri ini  salah satunya lewat tweetenya.
Pernyataan itu disampaikan Yusril dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd. "Presiden kasih grasi ke koruptor presiden koruptor, mantap!" kicau Yusril, Sabtu (25/8) sekitar pukul 19:15.
Statement ini tentunya tidak akan di lupakan oleh kader demokrat  dan para petinggi demokrat, Sementara untuk gerindra sendiri tak mungkin memberikan peluang kepada orang di luar partai, biarpun yusril begitu dekat dengan Prabowo. hidup mati gerindra akan mengusung calon dari internal partai.
Sementara calon-calon yang lain seperti haji lulung ahmad dhany hanya menjadi penggembira bamper politik di masing-masing partainya. karena paratinya tak mau mengambil resiko  yang begitu besar untuk mengajukan mereka.