Jelang PEMILU 2014,Partai dan Sebagian politisi memanfaatkan apapun agar mereka bisa terpilih dan menduduki kursi empuk di senayan,Dari tebar pesona,janji-janji manis,memberi uang dengan dalih hadiah ataupun bantuan menyewa dan memanfaatkan lembaga survey untuk mempengaruhi opini publik.Bahkan sampai menempuh hal sepiritual seperti mendatangkan Dukun ataupun para normal.Hal-hal seperti itu memang lumrah jelang pesta akbar lima tahunan ini.
Kalau di era tahun 90an-2004 Dukun ataupun para normal menjadi primadona bagi para politisi untuk di datangi,di tahun 2004 sampai sekarang bukan hanya Dukun ataupun paranormal,lembaga surveypun sekarang menjadi alternatif baru yang di datangi para politisi dan partai politik. Bahakan lembaga survey seakan-akan menjadi rivalitas baru bagi para para dukun atau paranormal.Lembaga survey seakan-akan menjadi bisnis yang menggiurkan untuk mendapatkan pundi-pundi uang,Kenapa tidak, untuk seorang caleg DPRD kota/kabupaten misalnya uang yang harus di keluarkan antara Rp 50 juta sampai Rp 75 juta,Untuk DPRD provinsi dibandrol antara Rp 75 juta sampai Rp 150 juta,Sedangkan level tertinggi, yakni DPR RI, ongkos jasa survei dan konsultasinya mencapai Rp 150 juta sampai Rp 200 juta.(sumber :Trif survey antara 50-200 juta) Tak heran kalu sekarang menjamurlah berbagai lembaga survey baik iitu besekala lokal ataupun nasional.
Walaupun Lembaga survey menjadi fenomena baru dalam dunia perpolitikan kita, tetapai tak serta merta membuat perdukunan politik atau kesukaan sebagian politisi mendatangi paranormal menurun, sebagai mana di ungkapkan Para normal kondang Ki Kusumo "Di tempat prakteknya di kawasan Jatiasih Bekasi, Jawa Barat, Ki Kusumo juga kebanjiran pasien politisi. "Mendekati Pemilu 2014 meningkat. Tiap hari 50-70 orang minta bantuan saya," jelas Ki Kusumo.
Fenomena perdukunan dan lembaga survey politik memang luar biasa, yang menjadi pertanyaan Seberapa besar tanggung jawab moril mereka kepada pasien atau publik,ok. untuk paranormal mereka mungkin cuma bertanggung jawab moril hanya pada sang calon karena mereka jelas. akan tetapi untuk lembaga survey bagai mana dia akan mempertanggung jawabkan hasil risettnya kepada publik, Ketika mereka jadi konsultan politik dari partai ataupun calon dewan. apakah data-data mereka akurat dan independent, Satu contoh, masih melekat di pikiranku saat PEMILUKADA DKI, SEMUA HASIL hasil riset FOKE-NARA menang dalam satu putaran, tapi kenyataanya berbalik 180 derajat. tapi bentuk tanggung jawab lembaga survey kepada masyarakat tidak ada sama sekali.padahal dlm satu diskusi di acar ILC begitu gamblang ada salah satu lembaga ini menjadi tim konsultan salah satu kandidat. Seharusnya lembaga survey yang secara tidak langsung memberi opini kepada masyarakat haarus bertanggung jawab kepada masyarakat, setidaknya mereka MEMINTA MAAF ATAS KEKELIRUAN HASIL RISETNYA. Tetapi seakan-akan mereka tidak pernah bersalah. Konsulat politik dan lembaga survey ketika menjadi konsultan dari salah satu partai atau calon masihkah terjamin akurasi risetnya>>>? konsultan politik dan lembaga survey yang notabenya adalah para intelektual seharusnya memberi data yang falit dan tidak berpihak ketika di umumkan kepada publik.
Para intelektual bisa salah dalam risetnya, tapi para intelektual seharusnya tidak berbohong dalam menyampaikan hasil risetnya, Seandainya para intelektual berbohong ,pada siapa lagi kita percaya......?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H